ISRAEL, Sabtu (11/6), mengutuk keputusan Norwegia untuk mengikuti langkah Uni Eropa dalam mengadopsi skema pelabelan untuk mengidentifikasi produk dari pemukiman Israel di wilayah yang diduduki.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan posisi baru Norwegia akan mempengaruhi hubungan bilateral antara Israel dan Norwegia, serta relevansi Norwegia untuk mempromosikan hubungan antara Israel dan Palestina.
Kementerian itu mengacu pada peran lama Norwegia sebagai mediator dalam konflik Israel-Palestina.
Baca juga: Warga Libanon Protes Kapal Israel di Ladang Gas Sengketa
Pemerintah sosial demokrat Norwegia mengumumkan kebijakan barunya dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Jumat (10/6). Mereka mengatakan itu tidak cukup untuk memberi label produk yang berasal dari wilayah pendudukan sebagai Israel.
Langkah itu, kata Oslo, terutama menyangkut impor anggur, minyak zaitun, buah-buahan dan sayuran akan berlaku untuk produk-produk dari Tepi Barat yang diduduki termasuk Jerusalem Timur dan daerah-daerah pendudukan di dataran tinggi Golan.
Menteri Luar Negeri Norwegia Anniken Huitfeldt menekankan, dalam sebuah wawancara dengan kantor berita Norwegia NTB, bahwa ini sama sekali bukan merupakan boikot terhadap Israel.
"Norwegia memiliki hubungan baik dengan Israel. Itu harus dilanjutkan," katanya.
Komisi Eropa merekomendasikan negara-negara anggotanya untuk mengikuti praktik tersebut pada 2015, sebuah keputusan yang dikonfirmasi oleh Pengadilan Tinggi Uni Eropa pada 2019.
Norwegia mengatakan bahwa prinsip di balik keputusannya, sebagaimana diatur dalam putusan 2019, adalah bahwa konsumen tidak boleh tertipu dengan pelabelan yang menyesatkan pada asal atau produk tersebut.
Selama pemerintahan Trump, Amerika Serikat (AS) mengumumkan bahwa barang-barang yang dibuat di pemukiman Israel di wilayah pendudukan bisa diberi label Israel.
Permukiman di wilayah pendudukan tersebut adalah ilegal menurut hukum internasional, tetapi terus berlanjut di bawah pemerintahan Israel berturut-turut sejak 1967. (AFP/OL-1)