TINDAKAN keras Tiongkok terhadap minoritas muslim di wilayah terpencil Xinjiang akan dipantau langsung PBB. Kepala Hak Asasi Manusia PBB, Michelle Bachelet.
Bachelet akan melihat langsung tempat-tempat yang disinyalir menjadi daerah pembantaian dan kekerasan terhadap muslim Uighur.
Kunjungan ini menjadi yang pertama kalinya dalam hampir dua dekade. Dia akan menjalankan misinya itu selama enam hari mulai Senin (23/5).
Bachelet akan menjejakkan kaki perdana di kota Urumqi dan Kashgar di Xinjiang, serta Guangzhou di Tiongkok selatan.
Baca juga:
Bachelet juga akan bertemu sejumlah pejabat tinggi Tiongkok. Dia juga akan bertemu dengan organisasi masyarakat sipil, perwakilan bisnis, akademisi, dan memberikan kuliah kepada mahasiswa di Universitas Guangzhou.
Tapi harapan penyelidikan menyeluruh terhadap pelanggaran hak terhadap muslim Uighur ditakutkan akan dihalangi Partai Komunis.
Tiongkok diduga kuat memenjarakan satu juta orang Uighur dan minoritas muslim lainnya di kamp-kamp penahanan di wilayah barat jauh selama bertahun-tahun yang oleh Amerika Serikat dan negara-negara lain disebut sebagai genosida.
Beijing dengan keras membantah tuduhan genosida dan menyebut tuduhan itu sebagai kebohongan abad ini.
Tiongkok berargumen bahwa kebijakannya telah melawan ekstremisme dan meningkatkan mata pencaharian rakyatnya.
Bachelet akan bertemu secara virtual dengan kepala misi asing sebelum mengunjungi Xinjiang.
Kunjungan ke Tiongkok adalah yang pertama oleh pejabat tinggi hak asasi manusia PBB sejak 2005, ketika Beijing ingin melunakkan citra globalnya saat bersiap menjadi tuan rumah Olimpiade 2008.
Sejak 2018, para pejabat PBB telah terkunci dalam negosiasi dengan pemerintah Tiongkok untuk mengamankan akses tanpa batas dan berarti ke Xinjiang sebelum perjalanan itu diumumkan pada Maret.
Sebaliknya, aktivitas hak asasi manusia mengkhawatirkan bahwa agenda untuk Bachelet supaya tidak fokus terhadap masalah muslim Uighur.
Kurangnya akses
Dengan ratusan ribu orang ditahan dan banyak masjid ditutup atau dihancurkan, pihak berwenang di Xinjiang dan mengutamakan pembangunan ekonomi, menurut para sarjana dan Uyghur yang berbasis di luar Tiongkok.
“Sekarang tidak banyak bukti represi soal kekerasan muslim Uighur yang bisa dilihat lagi,” kata Peter Irwin dari Proyek Hak Asasi Manusia Uyghur.
Kelompok-kelompok hak asasi manusia telah memperingatkan bahwa pengawasan negara yang meluas dan ketakutan akan pembalasan akan mencegah orang-orang Uighur di lapangan untuk berbicara secara bebas kepada tim PBB.
"Kami khawatir kunjungan itu akan dimanipulasi oleh pemerintah Tiongkok untuk menutupi pelanggaran berat di Xinjiang," kata Maya Wang, peneliti senior China di Human Rights Watch.
Para pegiat mempertanyakan mengapa Bachelet, mantan presiden Chili dan penyintas penyiksaan, tidak lebih blak-blakan tentang Xinjiang.
Amerika Serikat pada hari Jumat (20/5) memperingatkan bahwa keheningan terus-menerus Bachelet dalam menghadapi bukti tak terbantahkan dari kekejaman di Xinjiang adalah sangat memprihatinkan.
Keengganannya untuk mengkritik mungkin mencerminkan pengaruh kuat Beijing di PBB, yang menempatkan para pejabat "di bawah banyak kendala", kata Irwin. (France24/Cah/OL-09)