26 October 2021, 04:40 WIB

Jenderal Sudan Lakukan Kudeta


Basuki Eka Purnama |

SEORANG jenderal di Sudan, Senin (25/10), menyatakan negara dalan keadaan darurat dan membubarkan pemerintahan yang tengah memimpin transisi demokrasi di negara itu setelah para prajurit menahan pemimpin sipil negara tersebut. PBB menyebut aksi itu sebagai kudeta.

Pernyataan Jenderal Abdel Fattah al-Burhan di televisi itu terjadi setelah militer menahan pemerintah Sudan yang tengah memimpin proses transisi menuju pemerintahan sipil pascapenggulingan Omar al-Bashir pada April 2019 lalu.

"Untuk mengembalikan revolusi ke jalurnya, kami memutuskan untuk menyatakan negara dalam keadaan darurat, membubarkan komisi pemerintahan transisi, dan membubarkan kabinet," ujar Burhan sembari mengumumkan dibentuknya pemerintahan baru.

Baca juga: Khamenei: Negara Arab Berdosa Normalisasi Hubungan dengan Israel

Bentrokan terjadi di Khartoum, ibu kota Sudan, pascapidato itu dengan kementerian informasi menyebut prajurit menembakkan peluru tajam ke arah demonstran yang menolak kudeta di depan markas militer.

Tiga demonstran tewas sementara 80 lainnya terluka saat militer menanggapi keras aksi demonstrasi yang menentang kudeta itu.

"Pemerintahan sipil adalah pilihan rakyat," seru para demonstran sembari mengibarkan bendera.

"Tolak pemerintahan militer," lanjut mereka.

Aksi bentrokan antara demonstran dan militer mayoritas terjadi di luar markas militer di Khartoum setelah para prajurit menahan Perdana Menteri Abdalla Hamdok, para menterinya, dan anggota sipil komisi negara Sudan.

Mereka ditangkap karena menolak mendukung aksi kudeta militer itu.

Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam aksi kudeta itu dan meminta agar para pemimpin sipil Sudan dibebaskan.

"Saya mengecam keras kudeta militer di Sudan. Perdana Menteri Hamdok dan semua penjabat lain harus segera dibebaskan," tegas Guterres. (AFP/OL-1)

BERITA TERKAIT