KELOMPOK ISIS pada Sabtu (16/10) mengklaim bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di masjid Syiah dalam kota Kandahar, Afghanistan selatan. Serangan itu menewaskan sedikitnya 41 orang dan melukai puluhan lain.
Serangan Jumat itu terjadi hanya seminggu setelah serangan lain yang diklaim ISIS terhadap jemaah Syiah di masjid dalam kota utara Kunduz yang menewaskan lebih dari 60 orang. Dalam pernyataan yang dirilis di saluran Telegram, kelompok jihad itu mengatakan dua pengebom bunuh diri ISIS-Khorasan (ISIS-K) melakukan serangan terpisah di berbagai bagian masjid di Kandahar--jantung spiritual Taliban--saat jemaah salat.
Kelompok itu, saingan sengit dari sesama gerakan Islam Suni Taliban, yang kembali berkuasa di Afghanistan pada Agustus ketika Amerika Serikat dan sekutunya mundur, menganggap Muslim Syiah sebagai pelaku bidah. Perusahaan analisis konflik yang berbasis di Inggris, ExTrac, mengatakan serangan Jumat merupakan yang pertama oleh ISIS-K di Kandahar dan pembantaian korban massal keempat sejak Taliban merebut Kabul.
Peneliti ExTrac, Abdul Sayed, mengatakan kepada AFP bahwa serangan itu menantang klaim Taliban yang memegang kendali di negara itu. "Jika Taliban tidak dapat melindungi Kandahar dari serangan ISIS-K, bagaimana mereka bisa melindungi seluruh negeri?"
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price mengatakan Washington mengutuk serangan itu dan mengulangi seruan agar Taliban memenuhi komitmen yang telah dibuatnya untuk kontraterorisme, khususnya menghadapi ancaman bersama dari ISIS-K. "Kami bertekad untuk memastikan bahwa tidak ada kelompok yang dapat lagi menggunakan tanah Afghanistan sebagai landasan peluncuran serangan ke Amerika Serikat atau negara lain."
Misi PBB di Afghanistan dalam suatu tweet juga mengutuk kekejaman terbaru yang menargetkan lembaga agama dan jemaah. "Mereka yang bertanggung jawab harus dimintai pertanggungjawaban."
Baca juga: Tembakan Awali Bom Bunuh Diri saat Salat Jumat Masjid Syiah Afghanistan
Taliban, yang menguasai Afghanistan setelah menggulingkan pemerintah yang didukung AS, memiliki sejarahnya sendiri dalam menganiaya kaum Syiah. Tetapi pemerintahan baru yang dipimpin Taliban telah berjanji untuk menstabilkan negara itu, dan setelah serangan Kunduz berjanji untuk melindungi minoritas Syiah yang sekarang hidup di bawah kekuasaannya. (AFP/OL-14)