PENYERANG tak dikenal menembak seorang pemimpin komunitas Rohingya, Mohib Ullah di sebuah kamp pengungsi di distrik resor Cox's Bazar, Bangladesh, pada Rabu (29/9).
Juru bicara polisi Cox's Bazar, Rafiqul Islam mengatakan, Mohib Ullah sedang berbicara dengan para pemimpin pengungsi lainnya di luar kantornya, setelah menghadiri shalat malam sekitar pukul 8 malam. Lalu setidaknya empat penyerang datang ke tempat itu dan menembaknya hingga mati.
"Empat hingga lima penyerang tak dikenal menembaknya dari jarak dekat. Dia dinyatakan tewas di rumah sakit MSF di kamp itu," kata Islam.
Dia menuturkan polisi dan Batalyon Polisi Bersenjata, yang bertugas memastikan keamanan bagi 34 kamp Rohingya di negara itu, telah meningkatkan keamanan, mengerahkan ratusan petugas bersenjata lagi.
Belum ada yang Ditangkap
"Kami sedang melakukan penggerebekan di daerah itu," terangnya, seraya menambahkan Ullah belum memberi tahu polisi tentang ancaman dari kelompok mana pun.
Juru bicara Masyarakat Arakan Rohingya untuk Perdamaian dan Hak Asasi Manusia (ARPSH), Mohammad Nowkhim, mengatakan Ullah sedang berbicara dengan para pemimpin Rohingya lainnya di luar kantor ARPSH di Kutupalong, pemukiman pengungsi terbesar di dunia, ketika seorang penyerang tak dikenal menembaknya setidaknya tiga kali.
"Dia berlumuran darah. Dia dibawa dalam keadaan meninggal ke rumah sakit MSF terdekat," kata Nowkhim dari tempat persembunyian, menambahkan bahwa banyak pemimpin Rohingya bersembunyi setelah pembunuhan Ullah.
Tidak ada yang mengaku bertanggung jawab, tetapi seorang pemimpin Rohingya mengatakan bahwa Ullah dibunuh oleh kelompok ekstremis Arakan Rohingya Salvation Army, yang berada dibalik beberapa serangan terhadap pos keamanan Myanmar dalam beberapa tahun terakhir.
Sosok Panutan
Ullah, yang berusia 48 tahun, muncul sebagai pemimpin sipil utama dari komunitas minoritas Muslim, yang teraniaya ketika lebih dari 740.000 Rohingya berlindung di kamp-kamp di Bangladesh. Mereka mengungsi karena tindakan keras tanpa kemanusian oleh militer Myanmar, di desa-desa mereka di provinsi Rakhine pada Agustus 2017.
Ullah membentuk ARPSH di kamp Bangladesh beberapa bulan setelah gelombang masuk, dan membantu menyelidiki pembantaian yang dilakukan oleh tentara Myanmar dan milisi Buddha selama penumpasan kaum muslim di Myanmar.
Pada Agustus 2019, ia mengorganisir rapat umum besar-besaran di kamp Kutupalong, pemukiman utama Rohingya, yang dihadiri sekitar 200.000 orang Rohingya. Rapat umum itu menegaskan kepemimpinan puncaknya di antara para pengungsi.
Tahun itu, dia diberangkatkan ke Amerika Serikat untuk menghadiri pertemuan kebebasan beragama, yang diselenggarakan oleh Departemen Luar Negeri AS di era presiden AS saat itu Donald Trump.
Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasukan keamanan Bangladesh membatasi aktivitas kelompok Ullah. ARPSH tidak diizinkan untuk mengadakan aksi unjuk rasa selama peringatan penumpasan pada tahun 2020 dan 2021.
Ketenangan yang tidak nyaman telah turun di kamp-kamp itu, kata para pemimpin Rohingya dan aktivis hak asasi yang memantau pemukiman, menambahkan pembunuhan Ullah akan memiliki konsekuensi yang lebih besar.
“Kami tidak mengharapkan pemimpin progresif lain seperti dia di kamp-kamp Bangladesh. Kami sangat sedih dengan kematiannya yang terlalu dini,” tulis seniman Rohingya Mayyu Khan di Facebook.
Badan pengungsi PBB, UNHCR, mengatakan sangat sedih atas pembunuhan Mohib Ullah, perwakilan pengungsi Rohingya terkemuka.
"Kami terus berhubungan dengan otoritas penegak hukum yang bertugas menjaga perdamaian dan keamanan di kamp-kamp itu," kata juru bicara UNHCR di Bangladesh, Regina De La Portilla. (Straitstimes/OL-13)
Baca Juga: Italia Umumkan Rencana KTT G20 Mengenai Afghanistan