DEWAN Fatwa Uni Emirat Arab (UEA) mengecam Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Dapat dibilang, dewan fatwa tersebut mendukung keputusan Majelis Ulama Senior Arab Saudi awal bulan ini.
Dewan Fatwa UEA merupakan badan pemerintah yang didirikan pada 2018 dengan tanggung jawab melisensikan otoritas Islam dalam mengeluarkan putusan. Dewan Fatwa memperingatkan pada Senin (23/11) bahwa muslim harus menjauh dari Ikhwanul Muslimin yang digambarkannya sebagai kelompok keras.
Pengumuman itu menyusul pertemuan rutin dewan yang diadakan melalui konferensi video dan dipimpin oleh ulama Mauritania Sheikh Abdullah bin Bayyahk sebagai ketua dewan tersebut.
Dalam beberapa tahun terakhir, UEA bersama Mesir, Bahrain, dan Arab Saudi mengecam Ikhwanul Muslimin yang didirikan di Mesir oleh Hasan al-Banna pada 1928.
"Dewan Fatwa UEA menyatakan dukungan penuh atas pernyataan Majelis Ulama Senior, yang menyuarakan lagi ketetapan dari pemerintah UEA dan Arab Saudi sebelumnya yang menganggap Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris. Ini karena dukungan Ikhwanul Muslimin atas kelompok ekstremis brutal, perselisihan dengan pemerintahan, dan ketidaktaatan," kata kantor berita Emirat WAM melaporkan pada Senin.
Dewan mengutip beberapa ayat dari Alquran serta ucapan dan praktik (Sunnah) Nabi Muhammad. Mereka menegaskan, "Tidak diperbolehkan bersumpah setia kepada siapa pun selain penguasa, juga tidak diperbolehkan untuk bersumpah setia kepada pemimpin rahasia."
Turki sambut Ikhwanul Muslimin
Ikhwanul Muslimin dilarang oleh otoritas Mesir pada 2013. Ini terjadi setelah penggulingan Muhammad Mursi, presiden Mesir pertama yang terpilih secara demokrati. Kudeta militer terkait penggulingan Mursi dipimpin oleh Abdel Fattah el-Sisi sekaligus menggantikannya.
Mursi, yang berafiliasi dengan Ikhwanul Muslimin, pingsan selama sidang pengadilan atas tuduhan spionase di kompleks penjara Tora Kairo pada Juni 2019. Kemudian ia meninggal mendadak dan dilaporkan karena serangan jantung.
Ribuan anggotanya telah dipenjarakan di Mesir sering kali dengan tuduhan menghasut kekerasan. Beberapa anggotanya menghadapi hukuman penjara maksimum dan lainnya hukuman mati.
Sejak pelarangan 2013, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan telah berusaha menyediakan tempat yang aman bagi anggota gerakan tersebut. Turki menjadi rumah bagi sekitar 20.000 anggota Ikhwanul Muslimin, menurut laporan Agustus oleh lembaga pemikir AS Century Foundation.
Facebook hapus akun
Pada awal bulan ini, Facebook menghapus sejumlah jaringan akun palsu yang beroperasi di Timur Tengah dan Afrika Utara yang terhubung dengan Ikhwanul Muslimin.
Menurut Facebook, halaman-halaman yang dioperasikan dari Mesir, Turki dan Maroko, menargetkan audiens, baik di dalam maupun luar negeri, dan berbagi konten terkait terorisme.
Akun yang terhubung dengan Ikhwanul Muslimin dimasukkan dalam laporan bulanan Facebook ke dalam perilaku tidak autentik yang terkoordinasi. Facebook mengatakan telah menghapus hampir 8.000 halaman yang terlibat dalam penyebaran informasi yang salah di platform tersebut pada Oktober.
Itu juga menghapus setidaknya tujuh jaringan terpisah dari akun dan halaman palsu yang aktif di Iran, Afghanistan, Mesir, Turki, Maroko, Myanmar, Georgia, dan Ukraina. Banyak jaringan yang dihapus oleh Facebook terlibat dalam kampanye pengaruh politik yang menipu dengan menggunakan akun palsu untuk menargetkan audiens di dalam dan luar negeri.
Facebook menemukan dua jaringan tidak autentik di Georgia yang menyebarkan konten politik. Salah satunya dilacak ke individu yang ternyata terkait dengan dua partai politik.
Di Ukraina dan Myanmar, Facebook menemukan bahwa firma hubungan masyarakat menjalankan kampanye penipuan serupa atas nama partai politik. Raksasa media sosial itu telah menindak akun semacam itu secara global, setelah dikritik karena tidak mengembangkan alat dengan cukup cepat untuk memerangi konten ekstremis dan operasi propaganda. (Middle East Eye/OL-14)