KEMENTERIAN Kesehatan bersama lintas sektor tengah melakukan uji publik terhadap peraturan turunan Undang-Undang atau UU Kesehatan yang terkait dengan pelayanan sel punca. Uji publik dilakukan sejak 18 September 2023 hingga 22 September 2023 mendatang.
"Melalui peraturan turunan itu pemerintah akan menyusun Standar Pelayanan Minimal (SPM) untuk pelayanan sel punca," kata Direktur Tata Kelola Pelayanan Kesehatan Kemenkes dr. Sunarto, Selasa (19/9).
Ia mengatakan pelayanan sel punca berupa terapi berbasis sel. Tujuan dari terapi ini untuk meningkatkan upaya penyembuhan penyakit. “Itu diatur supaya terapi sel punca ini bisa meningkatkan upaya penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kualitas hidup pasien,” ungkapnya.
Baca juga : Jusuf Kalla Kembali Jalani Terapi Stem Cell
Hampir 10 sampai 15 tahun pelayanan sel punca ini berkembang di Indonesia. Tapi sampai sekarang SPM nya belum ada.Ia menilai, melalui SPM ini akan memberikan standar mutu dan keselamatan pasien, dan ada jaminan pasien terhadap keselamatan terapi sel punca ini.
Lebih lanjut dr. Sunarto menjelaskan, terapi sel punca pada prinsipnya adalah terapi berbasis sel yang hanya dapat dilakukan untuk tujuan penyembuhan penyakit. Kemudian pelayanan ini berfungsi sebagai pemulihan kesehatan dan dilarang digunakan untuk tujuan reproduksi.
Baca juga : Terapi Infark dengan Sel Punca Jadi Harapan Pengobatan Alternatif Jantung
Terapi sel punca dapat dilakukan apabila terbukti keamanan dan khasiatnya. Kemudian prinsip selanjutnya adalah sel punca yang digunakan tidak boleh berasal dari sel punca embrionik.
“Mengenai standar pelayanan minimal, kita menerima 4 sampai 5 standar pelayanan yang diusulkan. Standar pelayanan ini diusulkan oleh kolegium yang menyusun standar pelayanan dan terapi, kemudian pembuktian keamanan, efektivitas, dan efisiensi, lalu disahkan oleh Menteri Kesehatan,” katanya.
Sampai saat ini, baru rumah sakit pendidikan tipe B yang bisa melaksanakan pelayanan sel punca, karena yang bisa kita pastikan bahwa di rumah sakit pendidikan itu unsur penelitiannya berjalan dengan baik.
Komite Pengembangan Sel Punca dr. Cynthia Retna Sartika mengatakan ada Peraturan Kepala BPOM nomor 19 tentang produk sel punca. Di sana disebutkan bahwa sel punca itu masih termasuk obat. Karena dia termasuk obat maka diproduksi secara massal itu harus mempunyai izin edar.
Juliati dari BPOM mengatakan pihaknya sedang mencermati kembali secara rinci terkati RPP ini dan akan segera kami kirimkan untuk jadi bahan pertimbangan dalam pembuatan RPP ini.
“Adanya pelayanan sel punca ini tentunya kita ingin memberikan opsi terapi yang lebih banyak untuk pasien masyarakat Indonesia, namun juga kita harus mengingatkan kembali jangan sampai masyarakat kita mendapatkan risiko karena produk-produk ini merupakan produk-produk yang tergolong dalam high risk product berdasarkan konsensus internasional,” tandas Juliati. (Z-4)