DIREJN Kesehatan Masyarakat dr Endang Sumiwi mengungkapkan dampak buruk rokok pada anak dapat berpotensi menyebabkan stunting (tengkes).
“Kita tahu angka tengkes kita masih tergolong tinggi menurut kategori WHO yaitu di atas 20%, sementara Indonesia masih 21%. Kalau Balita berpotensi terpapar rokok di rumahnya, itu menjadi salah satu hambatan kita dalam menurunkan tengkes,” kata Endang dalam keterangan resmi, Selasa (30/5).
Berdasarkan penelitian dari Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (UI) 2018, balita yang tinggal dengan orangtua perokok tumbuh 1,5 kg lebih kurang dari anak-anak yang tinggal dengan orangtua bukan perokok. Disebutkan juga bahwa 5,5% balita yang tinggal dengan orangtua perokok punya risiko lebih tinggi menjadi tengeks.
Baca juga: Sumut Ingin Tekan Prevalensi Stunting Jadi 18%
Endang berharap setiap keluarga mengalihkan belanja mereka dan melakukan prioritas ulang pengeluarannya bukan untuk rokok.
Berdasarkan data dari Global Adult Tobacco Survey sebesar Rp382 ribu per bulan yang dikeluarkan orang dewasa untuk beli rokok dalam keluarga. Padahal pengeluaran tersebut bisa dialihkan untuk beli protein hewani yang sangat dibutuhkan oleh anak-anak untuk tumbuh supaya tidak stunting.
“Kalau mau berkontribusi untuk stunting, para orangtua tidak usah merokok dan lebih baik gunakan uangnya untuk membeli protein hewani seperti telur,” ujar Endang.
Baca juga: Tahun Politik Bisa Jadi Momentum untuk Percepat Pengentasan Stunting
Perwakilan dari Perhimpunan Dokter Paru Indonesia Feni Fitriani Taufik menjelaskan, di RS Persahabatan, ada penelitian pada anak yang dilahirkan oleh ibu perokok aktif dan pasif. Hasilnya, pada plasenta bayi dengan ibu perokok aktif dan pasif sama-sama ditemukan nikotin. Kemudian dari waktu lahir, panjang badan dan berat badan bayi dari ibu merokok jauh lebih kecil dan lebih pendek dibandingkan dengan bayi yang lahir dari ibu yang tidak merokok.
"Jadi, pajanan rokok berpengaruh bukan saja setelah lahir, tapi di dalam kehamilan pun itu sudah sangat berpengaruh kepada bayi," ungkap Feni.
Ia melanjutkan, istilah secondhand smoke dan thirdhand smoke. Secondhand smoke adalah asap rokok yang dilepaskan oleh perokok kemudian dihirup oleh orang-orang di sekitarnya.
Sementara thirdhand smoke adalah sisa bahan kimia dari asap rokok. Umumnya tidak terlihat tapi berbahaya, bukan hanya asap tapi residu dari orang yang merokok yang menempel terutama di dalam rumah seperti gorden, karpet, dan sofa.
"Itu mengandung kimia berbahaya jika terhirup oleh orang-orang yang ada di rumah seperti anak-anak Balita. Kalau berbicara tengkes, secondhand smoke dan thirdhand smoke menyebabkan beban ekonomi keluarga akan berlipat. Sebab perkembangan anak terganggu," pungkasnya. (Z-1)