KETUA Wanita Indonesia Keren (WIK), Maria Ekowati, mendorong isu kesehatan mental ke dalam pembahasan Rancanngan Undang-Undang (RUU) Kesehatan dan Undang-RUU Kesehatan Ibu dan Anak yang saat ini sedang dibahas di lembaga legislatif.
Desakan itu terkait kecenderungan penyimpangan perilaku yang banyak terjadi belakangan ini. Ia menyebut banyaknya bullying, flexing, narsis berlebihan, tindakkekerasan, bahkan fenomena bunuh diri di kalangan remaja, sebagai indikasi darurat kesehatan mental.
Dalam keterangan, Jumat (26/5). Maria mengatakan isu ini harus mendapat porsi cukup dalam pembahasan RUU Kesehatan dan RUU Kesehatan Ibu dan Anak agar penanganan kesehatanmental memiliki kekuatan hukum.
Baca juga: Mahasiswa Ilmu Komunikasi President University Bahas Soal Kesehatan Mental
"Masalah kesehatan mental harus mendapat perhatian serius dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan seluruh komponen masyarakat," kata Maria.
Selama ini, penanganan kesehatan mental lebih dominan pada tahap kuratif, orang dengan gangguan jiwa (ODGJ), belum dimulai dari pencegahan atau preventif.
Ia merujuk pada sejumlah penelitian, salah satunya survei yang dikeluarkan Indonesia-National Adolescent tahun 2022. Survei itu menyebut, satu dari tiga remaja Indonesia memilikisatu masalah kesehatan mental.
Baca juga: 6 Langkah Sederhana agar Lebih Berbahagia
Data yang sama menyebut, satu dari 20 remaja memiliki satu gangguan mental. Gangguan cemas paling banyak dialami remaja, tidak ada pengaruh jenis kelaminmaupun usia.
Data-data itu, menurut Maria, sangatmemprihatinkan dan harus segera mendapat penanganan seriusdari pemerintah. Data statistik itu menjadi penanda bahwa Indonesia sedangberada dalam darurat kesehatan mental.
Penanganan Kesehatan Mental Harus Sampai ke Tingkat Komunitas
"Oleh karena itu, penanganan kesehatan mental harus dilakukan hingga ke tingkat komunitas. Kalau masyarakat mengalami gangguan kesehatan fisik, mereka sudah tahu harus menuju ke mana, tidak demikian bila mereka merasakan gangguan emosi berkelanjutan sebagai indikator kesehatan mental," ujar Maria.
"Layanan kesehatan mental, idealnya, menjadi satu dengan layanan kesehatan fisik dan tidak dipisahkan seperti saat in idengan adanya rumah sakit jiwa," jelas Maria.
"Harus ada desain layanan kesehatan mental di rumah sakit umum dan rumah sakit daerah baik milik pemerintah atau swasta. Demikian juga sampai ke Puskesmas dan Posyandu, ujar Maria yang berlatarbelakang pendidikan psikologi," terangnya.
Edukasi Publik
Selain memasukkan isu kesehatan mental ke dalam RUU Kesehatan dan RUU Kesehatan Ibu dan Anak, Maria juga mendorong perlunya edukasi publik secara masif, paling tidakpada tahapan skrining atau deteksi dini. Maria mengingatkan, sekalipun sudah berada pada tahap darurat kesehatan mental, secara kultural, isu ini masih ditabukan untuk dibicarakan.
Masih banyak orang yang menganggap gangguan mental sebagai hal yang tabu atau aib, padahal bila gejala awal tidakmendapat penanganan, akan berkelanjutan hingga berpotensipada gangguan jiwa akut.
Baca juga: Jangan Sepelekan Stres saat Hamil! Ini Gejala dan Cara Mengatasinya
Maria mengungkapkan, komunitas WIK yang ia ketuai, sudah menemui sejumlah pejabat yang menangani isu kesehatanmental. Ia juga sudah menyuarakan aspirasinya ke Komisi IX DPR agar mendapat perhatian sungguh-sungguh.
Dalam waktu dekat, WIK akan mengajak semua pihak terkait untuk edukmelakukan kajian strategi penanganan kesehatan mental di masyarakat.
Baca juga: Perlukah Tetap Berteman dengan Mantan Pacar? Ini Kata Psikolog
Pendekatan berbasis ilmiah senada dengan usulan dari Wanita Indonesia Keren, Praktisi Kedokteran Komunitas dari Health Collaborative Center dan FKUI, Ray Wagiu Basrowi menegaskan pendekatan edukasi publik di tingkat komunitas sangat strategis mengingat besaranmasalah gangguan kesehatan mental juga terjadi hingga pada populasi ibu hamil, ibu menyusui dan balita.
Menurut Ray, penelitian yang dilakukan pada populasi ibu menyusui di Indonesia selama pandemi menunjukkan 6 dari 10 ibu menyusuitidak bahagia akibat kurang suportif nya sistem pendukung di keluarga dan masyarakat. Intervensi edukasi publik di komunitastelah memiliki sejumlah bukti ilmiah yang kuat sehingga tingkatkeberhasilan bisa lebih besar dan terukur. (RO/S-4)