RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesehatan bisa menjawab hak-hak kesehatan masyarakat sekaligus mengurai persoalan aturan yang dinilai tumpang tindih.
"Banyak norma yang ada di UU eksisting mengunci di sana sini sehingga ketika mau melakukan perbaikan di level pelaksana tidak bisa dilakukan karena asas peraturan di bawahnya bertentangan dengan UU yang lebih tinggi sehingga UU yang perlu dilakukan perbaikan," kata Staf Ahli Bidang Hukum Kesehatan Kementerian Kesehatan Sundoyo di Gedung Kementerian Kesehatan, Jakarta selatan, Kamis (25/5).
Oleh karena itu pemerintah dan DPR dalam membahas RUU Omnibus Law ini memiliki semangat yang sama meningkatkan pelayanan sektor kesehatan. Pelayanan kesehatan merupakan hak kesehatan yang dijamin UU belum sepenuhnya diterima oleh masyarakat. Untuk membenahi dan memperbaiki pelayanan kesehatan agar mendapatkan akses dengan mutu yang baik, salah satunya dilakukan perbaikan dengan regulasi yang ada.
Nantinya turunan regulasi dari RUU Kesehatan ada beberapa tingkatan yakni Perppu, PP, Perpres, dan perda yang jadi persoalan pembenahan sistem kesehatan atau fokus pelayanan kesehatan.
Sundoyo menilai ada beberapa pasal dengan eksisting terjadi tumpang tindih sehingga implementasinya ketika mengacu ada UU lain sulit dalam memberikan pelayanan. Hal seperti ini dalam konsep besar DPR melakukan perubahan dalam metode omnibus law artinya boleh mengatur substasi baru, boleh mengatur perubahan norma atau pasal dalam UU eksisting, atau boleh mencabut uu eksisting.
"Substansi yang baru diatur bisa dilihat dari DIM. Dari sisi prosedur pembentukkan RUU ini merupakan inisiatif DPR kalau dicermati dengan pembentukan peraturan perundang-undangan harus masuk ke dalam long list penyusunan peraturan RUU," ujarnya.
Selain itu, Sundoyo menilai RUU Kesehatan ini bisa mendorong kemandirian kesehatan yang selama ini digagas oleh presiden. Kemandirian kesehatan tersebut juga bisa meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan dalam negeri terutama obat dan alat kesehatan.
"Kita ketahui bahan baku obat 90 persen adalah impor. Dan sumbernya ada di 2 negara yang menyuplai ke negara dunia yakni Tiongkok dan India. Maka ke depan ada pengaturan secara tegas di level UU agar kita mandiri dalam farmasi dan alat kesehatan dan ketika punya pengalaman covid-19 kita sudah siap," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Panitia Kerja (Panja) RUU Kesehatan Emanuel Melkiades Laka Lena mengatakan aturan itu akan melahirkan sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik.“Kami akan terus melakukan public hearing untuk mendengarkan apa yang menjadi aspirasi teman- teman, sekaligus meluruskan substansi yang berkembang di luar, yang sejatinya tidak seperti yang kami bahas bersama pemerintah,” katanya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.
Dia menegaskan Komisi IX DPR akan mengawal aspirasi dari seluruh pihak dalam pembahasan RUU Kesehatan. Aspirasi diperlukan untuk mewujudkan instrumen perlindungan dan kepastian pemenuhan hak kesehatan masyarakat.(H-1)