REDAKSI Kompas TV mengadakan audiensi dengan sejumlah pemangku kepentingan pers di Indonesia. Dimulai dengan Forum Pemred pada Jumat (5/5), kemudian dilanjutkan dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia pada Rabu (9/5) dan pada Kamis (10/5) mereka bertemu Ketua Dewan Pers di Gedung Dewan Pers, Jakarta.
Audiensi membahas isu kemerdekaan pers dan upaya bersama menjaga kualitas jurnalistik di Indonesia.
Pemimpin Redaksi Kompas TV Rosianna Silalahi menjelaskan redaksi Kompas TV dan Kompas.com telah digugat oleh seorang Youtuber karena mengunggah di akun Youtube masing-masing berita tentang utang Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) yang membengkak Rp8,5 triliun.
Rosi menambahkan seluruh materi visual yang digunakan untuk membuat berita soal utang itu diambil dari akun Youtube resmi PT KCIC.
Baca juga: Belajar Ilmu Jurnalistik dari Jurnalis Media Indonesia
“Anehnya visual yang sama pernah kami gunakan untuk membuat berita uji coba kereta api cepat di sela perhelatan G20 sekitar November 2022 tidak dipersoalkan,” jelas Rosi.
Sejak pertengahan April segala upaya untuk menyelesaikan persoalan telah dilakukan termasuk membuka komunikasi dengan pihak PT KCIC dan Youtuber.
“Pihak Youtuber melalui pengacaranya meminta kami membayar uang senilai Rp200 juta per video yang jika ditotal sekitar Rp1,3 miliar dan itu diketahui pihak PT KCIC. Menurut PT KCIC Youtuber yang menggugat kami adalah salah satu dari 25 content creator binaan PT KCIC,“ ujar Rosi.
Rosianna menuturkan bahwa inisiatif bertemu dan berdiskusi tentang apa yang dialami Kompas TV terkait pemberitaan proyek KCIC dengan Forum Pemred, AJI, dan Dewan Pers adalah bentuk tanggung jawab moril redaksi Kompas TV.
“Sebetulnya urusan kami sudah selesai. Akun Youtube Kompas TV juga sudah tidak dalam ancaman hangus. Tapi kami melihat ada potensi ancaman terhadap kebebasan pers gaya baru dengan menggunakan global platform dalam hal ini Youtube. Menurut kami ini harus menjadi perhatian bersama demi menjaga kemerdekaan pers di era digital. Hari ini menimpa Redaksi Kompas TV, bukan tidak mungkin bisa terjadi di ruang redaksi lain,“ jelas Rosi.
Ketua Dewan Pers Ninik Rahayu menyesalkan apa yang dialami Kompas TV terkait pemberitaan utang KCIC. Seharusnya segala hal terkait sengketa berita diselesaikan sesuai dengan ketentuan undang-undang.
Ninik menambahkan Dewan Pers sudah membuat regulasi untuk menghadapi era digital khususnya terkait pers.
Baca juga: Kebebasan Pers di Seluruh Dunia Menurun, Jurnalis kerap Menjadi Sasaran Kekerasan
“Peraturan Dewan Pers jika ada konflik pemberitaan yang didistribusikan di media sosial, itu masuk dalam wilayah mediasi dan penyelesaiannya oleh Dewan Pers. Jadi jika ada pemberitaan oleh perusahaan pers dan didistribusikan ke media sosial dan kemudian menjadi konflik oleh pihak ketiga, silahkan datang ke Dewan Pers untuk kita mediasi," kata Ninik.
"Jadi jangan ada penyelesaian dengan cara-cara intimidatif pemerasan dengan meminta pembayaran sejumlah uang dan sebagainya jika itu konflik pemberitaan, penyelesaiannya adalah dengan UU 40 (tentang Pers),” tegas Ninik.
Senada dengan Ketua Dewan Pers, Ketua Forum Pemred Arifin Asydhad menilai apa yang dialami Kompas TV harus menjadi perhatian dan perlu ada upaya bersama dari para pemangku kepentingan Pers Indonesia agar hal serupa tidak terjadi.
“Terima kasih Redaksi KompasTV sudah bersedia bercerita apa yang dialaminya terkait pemberitaan KCIC. Harus ada antisipasi agar tidak mengusik kebebasan pers di Tanah Air,” ujar Arifin.
Sementara itu Ketua Umum AJI Indonesia Sasmito Madrim menilai ada ancaman kemerdekaan pers di kasus yang dialami Kompas TV terkait pemberitaan KCIC.
”Apalagi kita tahu dalam penggunaan konten sebelumnya yang positif tidak dipersoalkan. Ketika beritanya kritis dipersoalkan. Kita menduga ada kontrol informasi yang ingin dilakuan KCIC. Saya pikir ini tidak tepat dan tidak sesuai mekanisme UU Pers, “jelas Sasmito. (Z-6)