RANCANGAN Undang-Undang (RUU) Kesehatan dinilai sangat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah sektor kesehatan. Pemerintah dianggap memiliki tanggung jawab dan wewenang yang selama ini belum dijalankan.
Pemerhati kesehatan Nizar Yamanie menjelaskan selama ini produksi dokter spesialis dengan sistem berbasis universitas sudah meskipun berjalan namun terbukti tidak memenuhi kebutuhan masyarakat, padahal banyak rumah sakit yang bisa disiapkan untuk memproduksi dokter spesialis dan sub spesialis sehingga sistem itu dinamakan kolegium based.
"Sehingga pemerintah punya wewenang untuk menjawab kebutuhan dokter di Indonesia, ini merupakan concern dari menteri kesehatan. Jika tanpa pemerintah turun dan tanpa undang-undang maka tidak punya pijakan untuk memperbaiki sistem kedokteran di Indonesia," kata dokter spesialis saraf itu saat ditemui di Jakarta Selatan, Senin (13/3).
Baca juga: Tampung Aspirasi Publik dalam RUU Kesehatan melalui Laman Khusus
Ia menegaskan RUU Kesehatan memberikan kewenangan proporsional kepada pemerintah sesuai yang dibutuhkan pemerintah untuk memecahkan masalah yang ada di dalam sektor kesehatan. Dengan RUU tersebut dinilai mempercepat laju pemerintah mencukupi kebutuhan rakyat baik dari sistem, kebutuhan dokter, dan sarana prasarana di hulu. RUU Omnibus Law Kesehatan akan mempersatukan 15 undang-undang sehingga tidak ada lagi regulasi yang tumpang tindih dan yang tidak sinkron.
Selain itu, adanya pemanfaat diaspora dengan sistem yang benar sehingga dokter dari lulusan universitas dunia akan bisa praktik di Indonesia dan bermanfaat. RUU Kesehatan juga dinilai akan memotong penyakit di hulu, sehingga puskesmas menjadi gerbang terdepan untuk mendeteksi kanker, kematian ibu dan bayi, stunting, dan banyak penyakit lainnya, dan ini menjadi target utama dari menteri kesehatan untuk memangkas penyakit dari hulu.
Baca juga: RUU Kesehatan Dinilai Mengancam Keselamatan Masyarakat
"Kemudian teknologi semua data kesehatan kita ada secara digital bisa dibuka dimanapun, pemeriksaan MRI juga bisa sehingga bisa memangkas biaya pemeriksaan dan pengobatan sehingga rakyat bisa dilayani lebih baik dan efisiensi biaya," ujarnya.
RUU Kesehatan Dinilai Efektif
Hal senada juga dikatakan Epidemiolog Universitas Indonesia (UI) bahwa RUU Kesehatan dinilai akan efektif untuk memperbaiki masalah kesehatan yang ada. Menurutnya dalam masalah kesehatan ada undang-undang yang sebenarnya bisa dijadikan satu, cukup satu undang-undang saja yang mengatasi masalah kesehatan di Indonesia tidak perlu undang-undang yang banyak. Sehingga bisa dianggap ini satu undang-undang yang mengatasi masalah kesehatan jadi efektif.
"Undang-undang yang lama itu kan ada undang-undang wabah, undang-undang tenaga kesehatan dan sebagainya jadi selama pandemi covid-19 terlihat menjadi bingung melihat kebijakan karena banyak UU yang bertolak belakang," kata Pandu.
Kemudian ketika ditelusuri lagi ada aturan pendidikan kedokteran, pelayanan kesehatan, dan siapa yang mengatur semuanya sehingga tidak saling mendukung jadi tidak jalan. Isu tentang masalah keterbatasan tenaga kesehatan Indonesia yang tidak pernah selesai.
"Termasuk pemerataan dokter di daerah. Siapa yang bisa mengatur distribusi nakes kalau nggak ada regulasinya. Semuanya numpuk di kota-kota besar padahal pendidikannya ditanggung oleh negara," kata Pandu.
Sehingga, lanjut Pandu, diharapkan organisasi profesi, jangan melihat dari kepentingannya saja dan akan diatur oleh negara sehingga semuanya akan dikembalikan sesuai tugas pokok organisasi.
RUU Kesehatan yang telah masuk Prolegnas 2023 tersebut akan mendukung transformasi layanan kesehatan seperti yang dicanangkan Kementerian Kesehatan.
"Transformasi layanan kesehatan membutuhkan UU yang mengatur semua, setelah kedaruratan kesehatan masyarakat dicabut maka peranan Kemenkes akan lebih besar untuk mengordinasikan kegiatan yang terkait tentang kesehatan publik," pungkasnya. (Iam/Z-7)