KOORDINATOR Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Jala PRT Lita Anggraini bersama dengan Koalisi Perempuan Pekerja (KPP) mendesak Ketua DPR RI Puan Maharani untuk segera melakukan dialog bersama parai pekerja rumah tangga (PRT).
Dialog perlu dilakukan agar Puan mengetahui secara langsung kebutuhan PRT akan perlindungan melalui Rancangan Undang-Undang Perlindungan pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT). Pembahasan RUU PPRT sudah terhenti selama hampir dua dekade. Lita berharap DPR bisa segera mengesahkan RUU PPRT.
"Mbak Puan, berdialoglah langsung dengan para PRT. Nasib PRT sudah emergency," kata Lita di Jakarta, Jumat (10/3).
Baca juga : Politisi PDIP Ini Ingatkan Puan Segera Sahkan RUU PPRT Sebelum Sibuk Kampanye
Perwakilan dari Federasi Serikat Buruh Persatuan Indonesia (FSBPI) Dian Septi menuturkan penundaan pembahasan RUU PPRT berimbas pada keberlangsungan para PRT. Perempuan sebagai pekerja mayoritas di sektor domestik akan berada di kubangan krisis.
“Padahal perempuan adalah garda terpenting di saat krisis. Konferensi Perempuan Pekerja yang diselenggarakan saat ini untuk mengajak para perempuan menganalisa sosial masalah-masalah perempuan pekerja lintas sektor di tengah situasi krisis multidimensi dan absennya perlindungan sosial dari negara, termasuk para PRT,” ujar Dian.
Salah satu korban PRT Sri Siti Marni atau Ani mengaku geram dan sedih atas keputusan Ketua DPR beberapa waktu lalu yang memutuskan untuk menunda pengesahan RUU PPRT. Dirinya mengaku ingin bertemu dengan Puan untuk menceritakan dan melihat langsung penderitaan yang ia alami.
Baca juga : Sikap Cuek Puan Soal RUU PPRT Tuai Kritik Publik
Selama sembilan tahun lebih Ani mendapatkan kekerasan dari majikannya. Tubuhnya disiram air panas dan disetrika hingga meninggalkan trauma dan bekas luka.
“Saya setiap melihat orang kadang masih ketakutan. Dari tahun 2007 sampai 2016 saya mendapatkan kekerasan. Saya disekap dan disiksa. Saya ingin bu Puan Maharani melihat bekas luka di wajah saya, bibir saya sumbing, hidung saya masih ada bekasnya disiram air panas. Bu Puan tolong sahkan RUU PPRT sekarang juga,” tutur Ani.
Anggota dari organisasi Perempuan Mahardika, Mutiara Ika Pratiwi meminta agar kedaruratan situasi yang dihadapi PRT tidak terjegal hanya karena aturan dan mekanisme. Menurut dia urgensi yang dihadapi PRT jauh lebih penting daripada prosedural yang berbelit-belit dan memakan waktu. Sementara korban PRT dari tahun ke tahun terus berjatuhan.
“Bu Puan beberapa kali ya ibu Puan memberikan statement bahwa ini harus sesuai dengan aturan. Tidak ada yang salah untuk patuh terhadap aturan dan mekanisme tapi seharusnya aturan dan mekanisme ini tidak menjadi faktor yang memperlambat atau membuat prosesnya menjadi berbelit-belit,” kata Ika. (Z-8)