MENTERI Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono memastikan pelaksanaan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pascaproduksi di bidang perikanan tangkap dilakukan untuk kepentingan masyarakat nelayan dan keberlanjutan sumber daya ikan di Indonesia.
Ia mengatakan, dalam melaksanakan PNPB Pascaproduksi itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan mengakomodir kepentingan masyarakat nelayan dan pelaku usaha perikanan dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 21 Tahun 2023 Tentang Harga Acuan Ikan yang terbit pada 20 Januari 2023.
"Beberapa waktu lalu saya bertemu nelayan dari daerah, saya sampaikan ke mereka silahkan kasih kami masukan berapa besarannya. Sekarang regulasi harga acuan ikan yang menjadi komponen dalam menetapkan pungutan PNBP Pascaproduksi sudah terbit. Mari kita bersama-sama menjaga populasi perikanan terjaga dengan baik. Itu yang paling penting," kata Menteri Trenggono dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (28/2).
Baca juga: RI Ingin Rajai Pasar Perikanan Global dengan 5 Komoditas Unggul
Penetapan PNBP Pascaproduksi ini diatur dalam PP Nomor 85 Tahun 2021 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Kelautan dan Perikanan. KKP juga telah menerbitkan sejumlah peraturan turunan dalam melaksanakan pungutan PNBP Pascaproduksi, salah satunya Kepmen KP 21/2023.
Lebih lanjut, Trenggono mengatakan, penyesuaian harga acuan ikan tidak hanya mempertimbangkan masukan para pelaku usaha perikanan, tapi juga tentunya akan mempertimbangkan harga pokok produksi atau biaya operasional.
Oleh karena itu, ia meminta penyesuaian tersebut dapat dipatuhi sehingga produktivitas perikanan tangkap yang ramah lingkungan di dalam negeri berjalan optimal.
"Nelayan langsung yang hidupnya bergantung dari laut, ini yang ingin kita sejahterakan. Caranya adalah sumber daya perikanan yang diambil oleh pelaku usaha penangkapan dari laut, juga harus dibagi dalam bentuk PNBP Pascaproduksi tadi yang bisa kita gunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat nelayan," tuturnya.
Sementara itu, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP Muhammad Zaini menyampaikan, penerapan PNBP Pascaproduksi ini juga didukung oleh infrastruktur teknologi, salah satunya aplikasi elektronik penangkapan ikan terukur (e-PIT) yang akan dipakai pelaku usaha untuk menginput jumlah hasil tangkapan.
"Dari sistem ini, para pelaku usaha nantinya akan mengetahui secara otomatis besaran PNBP Pascaproduksi yang harus dibayarkan ke negara," ujarnya.
Selain itu, ia juga mengimbau kepada para pelaku usaha untuk selalu jujur dalam menyampaikan hasil tangkapannya.
"Pesan kami kepada pelaku usaha, karena kami sudah mengakomodir penyesuaian PNPB Pasca Produksi melalui skema harga acuan ikan, saya minta juga kejujuran dari pelaku usaha agar melaporkan jumlah produksi secara jujur karena ini akan berkaitan dengan PNBP Pascaproduksi yang dibayarkan," tegasnya.
Baca juga: Awal Tahun, KKP Lumpuhkan 17 Kapal Illegal Fishing
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Laksamana Muda TNI Adin Nur Awaludin juga mengaku akan memperkuat pengawasan seiring pelaksanaan PNBP Pascaproduksi. Pengawasan dilakukan melalui teknologi serta patroli langsung di laut.
"Kalau mengacu pada modus beberapa tahun belakang, kadang pelaku usaha ada yang suka memanipulasi jumlah hasil tangkapannya. Ini tentu menjadi tantangan pengawasan agar tidak terjadi kehilangan potensi PNBP. Namun yang pasti kami siap mengoptimalkan program ini dengan pengawasan yang optimal," ujarnya.
Sebagai informasi, hingga saat ini sudah terdapat 77 pelabuhan perikanan di Indonesia yang siap melaksanakan PNPB Pascaproduksi dan kapal perikanan yang sudah mengantongi izin PNBP Pascaproduksi per Februari sebanyak 576 kapal. (OL-17)