DIREKTORAT Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengendus adanya jaringan perdagangan satwa liar internasional. Hal itu didapati dari tertangkapnya warga negara asing (WNA) asal Vietnam, LVH, 40, di Kalimantan Barat yang terbukti melakukan perdagangan satwa liar dari Indonesia.
LVH merupakan nahkoda kapal MV Royal 06 berbendera Vietnam sekaligus pemilik satwa dilindungi dari Indonesia yang rencananya diselundupkan ke Vietnam.
Adapun, dalam penangkapan itu, ada sebanyak 36 satwa liar yang dilindungi undang-undang berupa Bekantan (16 ekor), Burung Kakak Tua Maluku (10 ekor), Burung Kakak Tua Koki (3 ekor), Burung Kakak Tua Putih (3 ekor), Burung Kakak Tua Jambul Kuning (3 ekor) dan Burung Kakak Tua Raja (1 ekor).
"Satwa-satwa tersebut dibeli dari beberapa orang. Asal satwa-satwa ini masih dalam pendalaman penyidik. Saat ini penyidik sedang mendalami kemungkinan adanya jaringan perdagangan lintas batas negara (internasional) satwa yang dilindungi," kata Direktur Jenderal Penegakan Hukum KLHK Rasio Ridho Sani dalam keterangan resmi, Rabu (15/2).
Rasio menegaskan penindakan terhadap pelaku kejahatan satwa yang dilindungi merupakan komitmen Pemerintah guna melindungi kekayaan keanekaragaman hayati (kehati) Bangsa Indonesia.
"Penyelundupan oleh WNA ini merupakan ancaman terhadap kelestarian kehati dan ekosistem yang sangat penting bagi kehidupan bangsa Indonesia," ucap dia.
Ia juga menegaskan penyelundupan satwa yang dilindungi ini merupakan kejahatan serius, lintas negara (transnational crime) dan menjadi perhatian dunia internasional.
"Kejahatan ini harus kita hentikan dan tindak tegas, pelaku harus dihukum maksimal agar berefek jera dan berkeadilan," tutur Rasio.
”Keberhasilan pengungkapan kasus ini merupakan kerja bersama antara aparat penegakan hukum dan bukti komitmen pemerintah dalam melindungi sumberdaya kehati," tukasnya.
Rasio Sani menambahkan sebagai bentuk komitmen pemerintah melindungi sumber daya kekayaan hayati Indonesia, khususnya kejahatan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) yang dilindungi dari berbagai ancaman dan tindak kejahatan, Gakkum KLHK terus memperkuat berbagai kerjasama dengan aparat hukum dan lembaga lainnya seperti Kepolisian, Bea Cukai, TNI-AL, BAKAMLA, Badan Karantina Pertanian, BKSDA, PPATK, serta Kejaksaan.
"Di samping itu kami terus memperkuat pemanfaatan teknologi seperti cyber patrol, dan Intelligence Centre untuk pengawasan perdagangan satwa dilindungi. Konsistensi Gakkum KLHK dalam pengamanan dan penegakan hukum terhadap kejahatan TSL sangat penting, untuk memastikan kekayaan hayati sebagai keunggulan komparatif Indonesia yang tidak dimiliki negara-negara lainnya, agar tetap lestari," pungkasnya.
Baca juga: Perdagangan Satwa Liar Akibatkan Kerugian Negara Rp806,83 Miliar
Saat ini, lanjut Rasio, Gakkum KLHK telah melakukan 1.915 Operasi Pengamanan Lingkungan Hidup dan Kawasan Hutan di Indonesia, 453 diantaranya Operasi Tumbuhan dan Satwa Liar telah dilakukan KLHK bersama Kementerian/Lembaga lainnya serta 1.348 perkara pidana dan perdata telah dibawa ke pengadilan, baik terkait pelaku kejahatan korporasi maupun perorangan.
Sementara itu, Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan Eduward Hutapea mengatakan Penyidik Gakkum KLHK Wilayah Kalimantan telah melakukan pemeriksaan dan menetapkan LVH sebagai tersangka dengan perbuatan, setiap orang dilarang menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Ayat (2) huruf a Jo Pasal 40 Ayat (2) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara dan denda paling tinggi Rp100.000.000,-.
Terhadap barang bukti berupa satwa Bekantan (Nasalis larvatus), telah dilepasliarkan ke habitatnya melalui koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Kalimantan Barat.
Sedangkan terhadap satwa burung dilindungi, saat ini masih dititip rawatkan kepada pihak Yayasan Planet Indonesia (YPI) menunggu pelepasliaran pada habitat asalnya di Papua dan Maluku.
Eduward menambahkan dengan telah lengkapnya berkas penyidikan, tersangka LVH dan barang bukti (Tahap-2) segera diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Tinggi Kalimantan Barat. Kemudian melalui Kejaksaan Negeri Pontianak untuk proses lebih lanjut di Pengadilan Negeri Pontianak.
"Kami tetap melakukan pendalaman untuk mengungkap perdagangan satwa liar yang terkait dan kemungkinan perdagangan satwa lainnya,” ungkap Eduward.(OL-5)