03 February 2023, 16:15 WIB

Kopi Liberika Masih Belum Dilirik


 Ihfa Firdausya |

GUSTI Iwan Darmawan, pegiat kopi dari Kalimantan Barat, agak kesal ketika melihat peta kopi Indonesia yang dipajang di area Festival Kopi Nusantara di Kompleks Media Group, Jakarta Barat, Jumat (3/2). Pasalnya, kopi liberika asal Kayong Utara, Kalbar, yang ia kembangkan tidak ada di peta.

Padahal, katanya, Kalimantan Barat punya potensi lebih dalam hal kopi dibandingkan provinsi lain di Kalimantan.

Ia mengutip data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2021 bahwa kebun kopi terluas di Kalimantan berada di Kalbar yakni mencapai 12.000 hektare.

"Petani (kopi) paling banyak Kalbar, produksi paling banyak Kalbar. Kenapa (kopi) Kalimantan Barat gak masuk?" ungkapnya pada acara Festival Kopi Nusantara, Jumat (3/2).

Iwan, sapaan akrabnya, merupakan pendiri Kopi Jago Jalanan (Kojal) yang mengangkat kopi liberika dari Kabupaten Kayong Utara di Kalimantan Barat.

Baca juga: Buku Jurnal Kopi Nusantara Potret Kopi dari Hulu ke Hilir

Kojal terdiri dari penggiat kopi dan petani kopi dari hulu hulu ke hilir untuk mengembangkan kopi liberika kayong utara. Iwan menjelaskan, liberika merupakan salah satu kopi yang sangat tepat untuk dibudidayakan dan dikembangkan di dataran rendah.

Menurut Iwan, selama ini masih banyak para petani yang salah persepsi dalam menanam kopi. "(Mindset-nya), mana yang lebih menguntungkan? Tidak, mana yang lebih tepat yang bisa menghasilkan lebih baik.

Lagi rame arabika, semua nanam arabika. Lagi rame robusta, semua nanam robusta," jelasnya.

Padahal, pemerintah sudah memberikan panduan good agriculture practice (GAP) terkait ada kesesuaian lahan.

Mulai dari 0 mdpl sampai 200-300 mdpl paling cocok ditanam kopi liberika. Lalu, 400-800 mdpl adalah tempat tumbuh robusta dan 800 mdpl ke atas ialah arabika.

"Jadi jangan mentang-mentang di Papua kopinya paling mahal sampai Rp1,5 juta per kilogram, petani yang di daerah pantai mau nanam arabika juga. Gak mungkin," ujarnya.

Karena itu, lanjutnya, petani butuh edukasi untuk bisa memilih jenis kopi apa yang tepat. Pasalnya, Indonesia selama ini selalu membuat brand image "kopi pegunungan". Padahal ada juga kopi yang ditanam pada dataran rendah.

Meskipun bukan di daerah pegunungan, tapi Iwan yakin liberika akan mendapatkan tempat. Contohnya pada 2 Oktober tahun lalu, dirinya iseng mengirim sampel kopi liberika kayong utara ke Spanyol, melalui ajang World Coffee Challenge.

"Alhamdulillah kita dapat juara 1 kategori alternativo. Dapat penghargaan best alternatif coffee in the world," ujarnya.

Namun, Iwan masih menyayangkan jenis kopi liberika masih disebut kopi alternatif, tidak seperti arabika dan robusta yang disebut sesuai namanya. "Liberika masuk kategori alternativo. Alternatif bro, why?" ujarnya.

Ia sendiri yakin liberika harusnya mendapatkan tempat yang lebih layak di peta kopi Indonesia bahkan dunia. "Nanti saya bawa spidol, saya tambahkan liberika kayong utara (di peta kopi yang ia lihat tadi)," ujarnya seraya tertawa. (Ifa/OL-09)

BERITA TERKAIT