14 December 2022, 17:00 WIB

"Karena Kreativitas itu Tidak Mengenal Gender"


muhammad zen |

MENJADI tukang kayu bukanlah pilihan, apalagi jika digeluti oleh seorang wanita. Tapi tekanan dalam hidup untuk tetap bisa bertahan, menuntut kreativitas yang tinggi dalam menghadapinya. Kesukaan akan kayu dan tidak bisa diam untuk mengotak-atik kayu, akhirnya tergiring menjadikan diri sebagai seorang Female Woodworker alias wanita tukang kayu. Sebuah profesi yang tak lazim ditemui di negeri ini.

Berangkat dari sulitnya mendapatkan pekerjaan membuat Ce Sesa, demikian wanita 37 tahun itu biasa disapa, mulai melakoni pekerjaan potong memotong kayu, tepatnya sejak 2015 akhir. Cenderung nekat, karena tanpa dibarengi persiapan yang cukup seperti dana misalnya, juga pengetahuan dan kemampuan tentang kayu yang memang sangat minim.

Belum lagi kalau bicara bagaimana menggunakan alat-alat untuk mengolah kayu-kayu tersebut. Walaupun diawali dengan gergaji manual, akhirnya bisa memiliki alat-alat pemotong kayu listrik yang memiliki tingkat resiko sangat tinggi saat digunakan. Terbukti, jari tangan dan kaki pernah luka robek cukup dalam akibat terserempet alat-alat pemotong kayu seperti cordless drill & impact, miter saw, serta circular saw tersebut.

Bermodal pinjaman uang Rp.300 ribu dari kerabat lalu membuat semacam meja hias kecil, menjadi produk pertama yang kemudian dipasarkan lewat sosial media. Bahan yang digunakan pun merupakan limbah kayu yang terbilang cukup banyak di wilayah tempat tinggalnya, Tiga Raksa, Kabupaten Tangerang, Banten.

Untuk lebih meningkatkan pengetahuan dan kemampuan dalam mengotak-atik kayu, selain belajar secara otodidak, wanita bernama lengkap Sesa Susanti itu sering membuka akun-akun mengenai perkayuan di media sosial seperti youtube dan instagram. Serta mulai bergabung dengan komunitas orang-orang yang bergelut di dunia perkayuan, terutama komunitas yang berasal dari negeri Paman Sam (Amerika Serikat). Dengan latar pendidikan sebagai seorang sarjana lulusan sastra Inggris di UIN Sunan Gunung Djati Bandung, sangat membantu dalam melakukan komunikasi sesama anggota komunitas tersebut.

Tak hanya sebagai ajang diskusi dan saling tukar informasi, pesanan barang pun banyak mengalir dari teman sesama anggota komunitas yang dihuni oleh mereka yang berasal dari beragam negara. Seperti dari Alaska (Amerika Serikat), Italia dan Jerman. Walaupun bukan pesanan dalam jumlah banyak, namun setidaknya barang-barang yang dipesan tergolong unik, baik bentuk maupun bahannya karena terbuat dari kayu, sehingga memiliki nilai jual yang tinggi.

''Tanpa memandang gender, orang luar memang cenderung lebih menghargai barang-barang yang saya buat. Mereka sangat mengapresiasi kreativitas yang saya hasilkan karena mampu menyulap limbah kayu menjadi barang yang unik. Seperti jam dinding yang terbuat dari sulaman kayu.'' ungkap wanita yang pernah masuk 10 besar sebagai perempuan inspiratif untuk Kabupaten Tangerang beberapa waktu lalu itu.

Saat ini Ce Sesa memiliki dua workshop (bengkel kerja) di kabupaten Tangerang yang diberi nama Nalaktak Kai sebagai wadah untuk berkreativitas. Salah satunya memiliki luas sekitar 50 meter persegi yang terletak persis di samping tempat tinggalnya. Nalaktak Kai yang dalam bahasa sunda berarti tidak bisa diam jika melihat kayu, siap menerima pesanan segala bentuk furniture untuk rumah tangga, kafe maupun perkantoran. Order pekerjaan biasa berupa furniture custom, bentuk barang biasa lebih unik dan berbeda dari biasanya untuk menyenangkan pemesan.

VIDEO TERKAIT :

BERITA TERKAIT