UPAYA mewujudkan rasa aman di satuan-satuan pendidikan harus benar-benar direalisasikan untuk melindungi peserta didik dari ancaman kekerasan seksual yang berpotensi merusak masa depan generasi penerus bangsa.
"Catatan kasus kekerasan seksual terhadap anak di mana pun, baik satuan pendidikan, rumah, atau tempat umum, harus segera direspons dengan tindakan nyata untuk mencegah aksi kekerasan terjadi. Ini karena anak ialah masa depan bangsa," kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam keterangan tertulisnya, Kamis (19/1).
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) melaporkan sebanyak 17 kasus kekerasan seksual di lingkungan pendidikan telah diproses hukum sepanjang 2022. Kasus terbanyak di satuan pendidikan yang berlatar belakang agama.
Dari kasus tersebut tercatat 117 korban anak-anak dengan rincian 16 anak laki-laki dan 101 anak perempuan. Pelaku berjumlah 19 orang.
Menurut Lestari, ancaman kekerasan seksual terhadap anak di lembaga pendidikan harus menjadi perhatian semua pihak untuk kemudian diambil langkah-langkah nyata untuk mengatasinya. Lembaga pendidikan, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, ialah tempat tunas-tunas bangsa disemai untuk kemudian diharapkan tumbuh menjadi pribadi-pribadi yang berakhlak mulia, berkarakter, dan tangguh menghadapi berbagai tantangan di masa depan.
Dengan begitu, tegas Rerie yang juga anggota Komisi X DPR dari Dapil II Jawa Tengah itu, para pemangku kepentingan di pusat dan daerah mampu memastikan para pengelola lembaga pendidikan menyelenggarakan proses pendidikan sesuai dengan kebijakan dan norma yang berlaku. Di sisi lain, jelas Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, langkah-langkah pengawasan terhadap jalannya proses belajar mengajar pada lembaga pendidikan harus dilakukan secara konsisten dan terukur, agar bila terjadi penyimpangan dalam proses pembelajaran dapat segera diperbaiki dan tidak menimbulkan korban.
Rerie sangat berharap satuan pendidikan mampu menghadirkan perlindungan dan rasa aman kepada semua anak seperti diamanatkan Pasal 54 UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan Permendikbud Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Kekerasan di Satuan Pendidikan. Selain itu, Rerie mendorong Kementerian Agama yang membawahi lembaga pendidikan dapat menerbitkan peraturan setingkat menteri yang mampu memastikan ada sistem pencegahan dan penanggulangan kekerasan di satuan pendidikan berlatar belakang agama. Tentu saja, tegas Rerie, sejumlah peraturan tersebut juga harus disosialisasikan agar para pengelola lembaga pendidikan dan masyarakat memahami langkah-langkah yang harus diambil dalam melakukan pencegahan dan penanggulangan kekerasan di lembaga pendidikan. (OL-14)