17 January 2023, 20:27 WIB

Contoh Cerita Fabel Penuh Pesan Moral dan Keteladanan


Mesakh Ananta Dachi |

KARYA sastra memiliki jenis yang beragam dengan keunikan sendiri. Salah satu jenis karya sastra yang unik dan autentik yaitu cerita fabel. 

Kendati sering dihubungkan dengan audiens berupa anak di bawah umur, cerita fabel sebenarnya dapat dinikmati oleh seluruh lapisan usia. Cerita yang ringan, menarik, dan mengandung makna menjadi alasan cerita fabel merupakan salah satu jenis karya sastra populer.

Pengertian cerita fabel

Cerita fabel merupakan cerita yang menggambarkan tokoh berupa hewan yang memiliki watak, cara berbicara, dan cara berpikir yang sama dengan manusia. Dapat dipastikan bahwa cerita fabel merupakan jenis karya sastra yang bersifat rekaan atau buatan.

Kendati demikian, cerita fabel sering kali menjadi wahana untuk menceritakan kisah yang relevan dengan manusia. Namun, pesan dibuat dalam bentuk cerita fabel yang direpresentasikan oleh hewan. Tak heran bahwa cerita fabel sering kali memiliki nilai yang relevan dengan topik dan karakter yang sering kali kita temui dalam kehidupan sehari-hari.

Contoh cerita fabel

Berikut beberapa contoh dari cerita fabel yang memiliki nilai-nilai yang dapat dikutip.

1. Sesama Saudara Harus Berbagi.

Suatu pagi indah dengan matahari yang cerah, Pak Tua Rusa mengunjungi kediaman keluarga Pip si Tupai di suatu desa. "Pagi, Ibu Tupai," salam Pak Tua Rusa kepada Ibu Pip. "Kemarin, keponakanku mengunjungiku. Dia membawakan oleh-oleh yang cukup banyak. Aku ingin membaginya untuk para sahabatku. Ini kacang kenari spesial untuk keluargamu."

"Terima kasih, Pak Tua Rusa," ucap Ibu Pip. Sepeninggal Pak Tua Rusa, Ibu Pip masuk ke rumah dan memanggil anak-anaknya. "Anak-anak, lihat kita punya apa? Kalian harus membaginya sama rata, ya."

"Asyiiik," girang Pip dan adik-adiknya. 

"Ibu taruh sini, ya." Setelah itu, Ibu Tupai mengurus rumah kediamannya. Sementara itu, adik-adik Pip ingin mencicipi kacang itu.

"Ini aku bagi," kata Pip. Dari 10 butir kacang, dia memberi adiknya masing-masing dua butir. "Ini sisanya untukku. Aku kan paling besar."

"Tapiii … Ibu kan pesan untuk membagi rata," kata Titu, salah satu adik kembar Pip (diiringi tangisan Puti) kembar satunya.

Mendengar tangisan Puti, Ibu Pip keluar dan bertanya. Sambil terisak, Puti menceritakan keserakahan kakaknya. "Tak boleh begitu, Pip. Ibu tadi sudah bilang apa," tegur ibu Pip. "Kamu tidak boleh serakah."

"Tapi Buuu, aku kan lebih besar. Perutku juga lebih besar," sanggah Pip.

Ibu Pip berpikir sejenak. "Baiklah, Pip. Kamu memang lebih besar. Kebutuhan makanmu juga lebih banyak. Tapi, kalau cuma menurutkan keinginan dan perut, kita akan selalu merasa tidak cukup."

"Kalau begitu, Ibu saja yang membagi, ya? Memang tidak akan memuaskan semuanya. Ini, Ibu beri empat untukmu, Pip, karena kau lebih besar dan si kembar kalian masing-masing mendapat tiga."

"Kalian harus mau berbagi ya, anak-anak walaupun menurut kalian kurang, ini rezeki yang harus disyukuri," lanjut Ibu Pip.

"Berarti enak dong, Bu, jadi anak yang lebih besar selalu mendapat lebih banyak," iri Puti.

"Ya, tapi perbedaannya tak terlalu banyak, kan? Lagi pula kakakmu memiliki tugas yang lebih banyak darimu. Dia harus mengurus rumah dan mencari makan. Apa kau mau bertukar tugas dengan Kak Pip?" tanya Ibunya.

Puti dan Titu membayangkan tugas-tugas Pip. Lalu mereka kompak menggeleng. "Nah, begitu. Sesama saudara harus akur ya, harus berbagi. Jangan bertengkar hanya karena masalah sepele," kata Ibu Pip. "Iya, Bu," angguk Pip.

"Yuk, kita makan kacangnya bersama," ajak Pip pada kedua adiknya. Ibu Pip tersenyum melihat anak-anaknya kembali rukun.

Pesan moralnya ialah sifat serakah bisa menimbulkan permusuhan. Karena itu, setiap orang harus saling berbagi dan mengingatkan orang lain.

2. Semua Istimewa.

Ulu, seekor katak hijau, sedang berdiri di pinggir kolam. Hari itu langit sangat gelap dan hari seperti itulah yang Ulu sukai. Tidak lama kemudian, air mulai menetes perlahan-lahan dari angkasa.

"Hujan telah tiba!" Ulu berteriak dengan girang. Ulu pun mulai bersenandung sambil melompat-lompat mengitari kolam. Ia melihat semut yang kecil sedang berteduh di balik bunga matahari.

"Wahai semut, hujan telah tiba jangan bersembunyi!" seru Ulu kepada semut yang sedang berusaha keras menghindari tetesan air hujan.

Semut menghela napas dan menatap Ulu dalam-dalam. "Ulu, aku tidak suka dengan hujan. Kamu lihat betapa mungilnya tubuhku? Air hujan akan menyeret dan menenggelamkanku ke kolam! Aku tidak bisa berenang sepertimu, makanya aku berteduh," sahut semut.

"Makanya semut, kau harus berlatih berenang! Aku sejak masih berudu sudah bisa berenang, masak kau tidak bisa? Berenang itu sangat mudah, julurkan saja kakimu." Ulu menjulurkan kakinya. "Dan tendang ke belakang seperti ini! Ups, maaf, kakimu kan pendek." Sambil tertawa, Ulu melompat meninggalkan Semut.

Semut hanya bisa menatap Ulu dengan kesal. Semut tidak dapat berenang karena ia berjalan. Ulu kembali berseru. "Hujan telah tiba! Hujan telah tiba! Oh, hai ikan! Aku sangat suka dengan hujan, bagaimana denganmu? Ulu berhenti di pinggir kolam dan berbicara kepada ikan yang sedang berenang di dalam kolam. Ikan mendongakkan kepalanya ke atas dan berbicara kepada Ulu.

"Aku tidak dapat merasakan hujan, Ulu. Lihatlah, aku tinggal bersama air. Bagaimana caranya aku dapat menikmati hujan seperti kamu, Ulu?" Ikan pun kembali berputar-putar di dalam kolam.

"Hah! Sedih sekali hidupmu ikan! Seandainya kamu seperti aku, dapat hidup di dalam dua dunia, darat dan air, mungkin kamu akan dapat merasakan kebahagiaan ini. Nikmati saja air kolammu, sebab kamu tidak akan dapat pernah merasakan rintikan hujan di badanmu!"

Yang Ulu katakan itu sangat menusuk hati ikan. Ikan menatap ke arah tubuhnya yang bersisik, lalu menatap ke arah tubuh licin Ulu. Ikan yang bersedih hati pun berenang meninggalkan Ulu ke sisi kolam yang lain. Ulu pun kembali melompat-lompat di sekitar kolam dan kembali bersenandung.

Saat Ulu tiba di bawah pohon, ia melihat burung sedang bertengger di dahan pohon dan membersihkan bulunya. Ulu mengira burung juga sama seperti semut dan ikan yang tidak dapat menikmati hujan.

"Hai Burung, kenapa kau tidak mau keluar dan menikmati hujan? Apakah kamu takut bulumu basah? Atau apakah kamu takut tenggelam ke dalam kolam seperti semut? Ataukah memang kamu tidak bisa menikmati indahnya hujan seperti ikan?" Setelah berkata demikian, Ulu tertawa kencang-kencang.

Burung menatap ke arah Ulu yang masih tertawa. "Hai Ulu, apakah kau bisa naik kemari?" 

Ulu kebingungan. "Apa maksudmu burung?" 

"Apakah kau bisa memanjat naik kemari, Ulu?"

"Apa yang kau maksud burung? Tentu saja aku tidak bisa!" Ulu cemberut dan menatap ke arah dua kakinya. Ulu menyesal punya kaki yang pendek sehingga tidak bisa terbang.

"Ulu, tidakkah kamu tahu bahwa Sang Pencipta membuat kita dengan keunikan yang berbeda-beda? Aku tidak bisa berenang sepertimu dan ikan, tetapi aku bisa terbang mengitari angkasa."

Burung kembali berkata dengan bijak. "Itulah yang kumaksud Ulu, kita masing-masing memiliki kelebihan sendiri. Semut tidak bisa berenang sepertimu, tetapi ia bisa menyusup ke tempat-tempat kecil yang tidak dapat kau lewati. Ikan tidak dapat melompat-lompat sepertimu, tetapi ia bernapas di bawah air. Kamu tidak seharusnya menghina mereka!"

Ulu mulai menyadari bahwa tindakannya salah. Diam-diam Ulu berpikir bahwa tindakannya itu tidak benar. Ia seharusnya tidak menyombongkan kelebihan dan menghina teman-temannya.

"Maafkan aku, Burung," ucap Ulu seraya menatap sendu ke arah semut dan ikan yang sejak tadi memperhatikan pembicaraan mereka. "Maafkan aku semut, ikan, selama ini aku telah menyinggung perasaanmu." Sejak saat itu, Ulu mulai menghargai teman-temannya dan mereka pun menyukainya kembali.

Pesan moralnya ialah setiap makhluk telah diciptakan Tuhan dengan sedemikian rupa. Sebagai hamba yang baik, sebaiknya kita saling menjaga perasaan orang lain dengan menggunakan tutur kata yang baik.

3. Gajah yang Baik Hati.

Siang hari itu suasana di hutan sangat terik. Tempat tinggal si Kancil, Gajah, dan hewan lain seakan terbakar. Kancil kehausan sambil terus berjalan mencari air.

Di tengah perjalanan dia melihat kolam air yang sangat jernih. Tanpa pikir panjang dia langsung terjun ke dalam kolam. Tindakan Kancil sangat ceroboh, dia tidak berpikir bagaimana cara ke atas. Beberapa kali Kancil mencoba untuk memanjat, tetapi ia tidak bisa sampai ke atas. Si Kancil tidak bisa berbuat apa-apa. Ia hanya berteriak meminta tolong.

Teriakan si Kancil ternyata terdengar oleh si Gajah yang kebetulan melewati tempat itu. "Hai, siapa yang ada di kolam itu?"

"Aku … Si Kancil, sahabatmu." Kancil terdiam sesaat, mencari akal agar Gajah mau menolongnya. "Tolong aku mengangkat ikan ini."

"Yang benar kau mendapat ikan?"

"Benar … benar! Aku mendapatkan ikan yang sangat besar."

Gajah berpikir sejenak. Bisa saja ia turun ke bawah dengan mudah tetapi bagaimana jika naiknya nanti. "Kau mau memanfaatkanku ya, Cil? Kau akan menipuku untuk kepentingan dan keselamatanmu?" tanya Gajah.

Kancil hanya terdiam. "Sekali-kali kamu harus diberi pelajaran," kata Gajah sambil meninggalkan tempat itu. Gajah tidak mendengarkan teriakan Kancil. 

Ia mulai putus asa. Semakin lama berada di tempat itu, Kancil mulai merasa kedinginan. Hingga menjelang sore tidak ada seekor binatang yang mendengar teriakannya.

"Aduh gawat! Aku benar-benar akan kaku di tempat ini." Dia berpikir apakah ini karma karena dia sering menjahili teman-temannya.

Tidak lama kemudian, tiba-tiba Gajah muncul kembali. Kancil meminta tolong kembali. "Tolong aku, aku berjanji tidak akan jahil lagi."

"Janji?" Gajah menekankan. "Sekarang apakah kamu sudah sadar? Dan akan berjanji tidak akan menipu, jahil, iseng dan merugikan binatang lain?"

"Benar Pak Gajah, saya benar-benar berjanji." Gajah menjulurkan belalainya yang panjang untuk menangkap Kancil dan mengangkatnya ke atas. "Terima kasih, Pak Gajah! Saya tidak akan pernah melupakan kebaikanmu ini," ujar kancil saat sudah sampai di atas.

Sejak itu, Kancil menjadi binatang yang sangat baik. Ia tidak lagi berbuat iseng seperti yang pernah ia lakukan pada binatang lain. Memang kita harus berhati-hati kalau bertindak. Jika tidak hati-hati akan celaka. Jika kita hati-hati kita akan selamat. Bahkan bisa menyelamatkan orang lain.

Pesan moralnya yakni berhati-hatilah agar dapat selamat dari marabahaya. Dengan berhati-hati, seseorang juga dapat menyelamatkan orang di sekitarnya. (OL-14)

BERITA TERKAIT