16 January 2023, 14:17 WIB

Terapi Terkini Beri Harapan Baru Bagi Pasien Kanker Paru-paru


mediaindonesia.com |

SEJAK lama, kanker paru-paru menjadi salah satu kanker utama penyebab kematian. Ada sejumlah faktor yang mempengaruhinya. Antara lain, karena samarnya gejala membuat kanker lebih sering ditemukan di stadium lanjut.

Lalu, banyak pasien kanker paru-paru, terutama golongan perokok berat, kondisi paru-parunya tidak cukup memadai untuk menerima terapi agresif. Faktor lainnya ialah tingginya tingkat kekambuhan.

Karena itulah, dunia medis terus mengembangkan teknologi pemeriksaan maupun pengobatan untuk mengatasi persoalan tersebut.

Hasilnya, meski posisi kanker paru-paru sebagai kanker mematikan belum berubah, kini terapi kanker paru semakin memberi harapan. Terapi berteknologi terkini itu antara lain diterapkan di Parkway Cancer Centre (PCC), Singapura.

Senior Consultant Medical Oncology PCC, dr. Wong Siew Wei, memaparkan sejumlah kemajuan dalam terapi kanker paru-paru.

Misalnya, untuk pembedahan/operasi mengangkat jaringan kanker, ada teknologi bedah sayatan kecil (minimally invasive) dan robotik yang memungkinkan pembedahan lebih presisi dan masa pemulihan pasien lebih cepat.

Lalu, untuk radioterapi, kini mesin termutakhir mampu memberikan dosis terapi yang cukup dengan efek samping minimal.

“Beberapa bulan lagi di PCC juga akan ada terapi proton. Terapi ini sangat bermanfaat untuk kasus kanker paru-paru yang kompleks, yang ukurannya besar. Terapi proton  lebih presisi sehingga mencegah kerusakan jaringan sehat di sekitar kanker,” papar dokter lulusan University of Melbourne, Australia ini, pada diskusi di Jakarta pekan lalu.

Baca juga: Diagnosa Tepat Penting dalam Penanganan Kanker Paru

Inovasi lainnya ialah penggunaan terapi target untuk menekan kekambuhan. Terapi target menggunakan obat-obatan yang menargetkan sel-sel kanker secara spesifik.

Sebagai contoh, ada sel kanker paru-paru yang mengalami mutasi gen epidermal growth factor receptor (EGFR), yaitu suatu protein pada permukaan sel yang membantu sel-sel bertumbuh cepat. Obat-obatan penghambat EGFR dapat menghambat sinyal dari EGFR dan menghentikan pertumbuhan sel-sel kanker.

“Terapi ini dapat menekan kekambuhan. Sebagai perbandingan, untuk stadium 2, jika pasien hanya menjalani pembedahan saja, tingkat kekambuhan dalam 5 tahun pascapembedahan mencapai 55%. Jika ditambah kemoterapi, kekambuhan turun menjadi 45%. Namun jika memakai terapi target, kekambuhan bisa ditekan menjadi 20%,” terang dr. Wong.

Terapi terkini lainnya ialah imunoterapi. Imunoterapi dirancang untuk meningkatkan sistem imun tubuh seseorang untuk melawan sel-sel kanker.

Perlu diketahui, sel-sel kanker memiliki kemampuan untuk ‘mengkamuflase’ diri sehingga sistem imun tubuh kita tidak dapat mendeteksi ‘sel-sel jahat’ ini. Imunoterapi membantu sistem imun sehingga mereka dapat mendeteksi dan menghancurkan sel-sel kanker.

Lalu, yang lebih baru lagi, ada teknik pengobatan menggunakan konjugasi antibodi-obat. Yaitu suatu zat yang terdiri dari antibodi monoklonal yang berikatan dengan obat kemoterapi.

Di dalam tubuh, antibodi monoklonal akan mencari dan menempel pada reseptor spesifik yang ada di permukaan sel-sel kanker. Lalu, obat kemoterapi yang terikat dengan antibodi tersebut dilepaskan untuk kemudian masuk dan menghancurkan sel-sel kanker. Obat ini hanya menyasar sel-sel kanker tanpa merusak sel-sel sehat.

Perkembangan penting lainnya dalam terapi kanker paru-paru ialah metode pemeriksaan untuk menentukan jenis pengobatan yang paling tepat. Ia mengatakan, jenis terapi antara pasien satu dengan lainnya bisa berbeda-beda, bergantung dari jenis sel kankernya, termasuk mutasi gen yang terjadi. 

“Di sinilah pentingnya peran genomic profiling tes. Hasilnya akan menentukan jenis terapi mana yang efektif untuk pasien,” imbuh dr. Wong. 

Seluruh kemajuan dalam teknologi pemeriksaan dan pengobatan tersebut, lanjut dr. Wong, telah memberikan harapan baru bagi pasien kanker paru-paru. Saat ini, pasien stadium 1-3 bisa sembuh dan terbebas dari sel-sel kanker. Adapun untuk pasien stadium 4, pengobatan terbaru mampu pemperpanjang usia dan meningkatkan kualitas hidup pasien.

Hindari Rokok dan Polusi

Di Indonesia, berdasarkan data Globocan, pada 2020 terdapat 34.783 kasus baru kanker paru-paru. Adapun jumlah kematian akibat kanker paru-paru di tahun tersebut ialah 30.843.

Dokter Wong menjelaskan, ada sejumlah faktor risiko kanker paru-paru, utamanya ialah merokok dan polusi udara. Ada juga faktor genetik, namun porsinya kecil saja dan hingga kini belum diketahui secara spesifik gen mana yang memicu kanker paru-paru.

Terkait upaya deteksi dini, sambung dr. Wong, kanker paru-paru berbeda dengan kanker serviks, payudara, dan kolon yang punya metode screening untuk memeriksa apakah ada tidaknya sel kanker sebelum seseorang menunjukkan gejala apapun.

Pada  kanker paru-paru tidak demikian. Pemeriksaan screening memang bisa dilakukan menggunakan CT scan dosis rendah pada paru, namun metode ini hanya efektif untuk orang yang berisiko tinggi, misalnya perokok berat.

“Pesan saya, fokus pada pencegahan yaitu hindari merokok dan polusi, serta jangan tunda pengobatan jika memang terdiagnosis kanker paru-paru. Jika dalam 3 bulan kanker tidak diobati, kondisinya bisa lebih parah dan stadiumnya meningkat,” pungkas dr. Wong. (RO/OL-09)

BERITA TERKAIT