PERHIMPUNAN Pendidikan dan Guru (P2G) mengecam keras upaya penggusuran SD Negeri Pondok Cina 1 di kota Depok. Kepala Bidang Advokasi Guru P2G, Iman Zanatul Haeri dalam observasi lapangan secara langsung, melihat penggusuran itu memang didukung oleh Pemerintah Kota Depok dan jajarannya.
“Temuan kami di lapangan ketika mengunjungi SDN Pondok Cina 1, menunjukan Pemkot Depok, Dinas Pendidikan setempat serta jajarannya terlibat dalam 'edusida'. Yaitu upaya pemusnahan fasilitas atau bangunan sekolah secara masif dan berpotensi ditiru secara luas," ungkap Iman dalam keterangannya, Senin (16/1).
Penggusuran SD Negeri itu juga akan dilakukan ke banyak sekolah lainnya di Depok. Sebab, pada tahun 2020 Walikota Depok menerbitkan Surat Keputusan (SK) yang akan menggabungkan Sekolah Dasar Negeri (SDN) di Depok (SK Nomor 421/123/KPTS/Disdik/Huk/2021). Dalam SK tersebut, 246 SDN akan menyusut menjadi 221 sekolah atau sekitar 26 sekolah yang rencananya akan digabungkan. "Ide penggabungan ini sangat berbahaya bagi pendidikan publik. Masayarakat belum tahu apa alasan dibalik penggabungan tersebut. Mestinya disampaikan secara jujur ke publik, khususnya guru, siswa, dan orang tua," imbuhnya.
Baca juga: PSMTI Gandeng Persaja Salurkan Bansos Imlek
Baca juga: Olahraga yang Tepat dan Teratur Bikin Jantung Lebih Sehat dan Kuatkan Imun Tubuh
Menurutnya, penggusuran SDN Pondok Cina 1 tersebut mendapatkan penolakan dari berbagai elemen masyarakat. Bahkan laporan yang diterima P2G, para orang tua/wali murid juga mengeluh lantaran tidak partisipatif dan transparan. Hal ini memperlihatkan tidak adanya kajian sosial, lingkungan hidup, dan pedagogis yang komprehensif.
"Rencana penggusuran SDN dilakukan untuk membangun Masjid Raya. Fasilitas publik seolah-olah dihadap-hadapkan dengan kepentingan publik lainnya," kata Iman.
Lebih lanjut, P2G menyampaikan 5 poin keberatan atas kebijakan pendidikan Pemkot Depok tersebut. Pertama, pembelajaran pasti terganggu. Guru dan siswa harus beradaptasi ulang dengan lingkungan baru, sehingga menyita waktu belajar anak.
Kedua, dua sekolah yang digabungkan akan membuat proses pembelajaran makin tak terkelola dan terganggu. Sekolah yang dimerger akan saling berbagi fasilitas. Atau bahkan sekolah yang ditumpangi tidak akan serta merta memberikan akses penuh pada guru dan siswa yang menumpang. Kapasitas sekolah negeri yang notabe sudah mininalis akan semakin sumpek. Pelayanan dan fasilitas bagi anak tak akan maksimal. Guru juga tak leluasa mengajar.
“Kegiatan KBM SDN Pondok Cina 1 tidak akan efektif, karena kepala sekolah yang ditunjuk menjadi Plt adalah kepala sekolah di tempat lain. Artinya satu kepala menjadi pemimpin dua sekolah. Ini juga 'ngaco', manajemen sekolah pasti akan berantakan," tambahnya.
Ketiga, P2G menemukan fakta bahwa siswa harus menghadapi pergantian guru. Khusus guru SD, guru kelas bagaikan orang tua, tidak mudah bagi siswa menerima guru kelas baru.
“Nah, yang kami temukan, guru yang tadinya mengajar di SDN Pondok Cina 1, ditugaskan Disdik Depok mengajar di SDN Pondok Cina 3 dan 5. Lalu, yang mengajar di SDN Pondok Cina 1 adalah guru baru yang tidak anak-anak kenal," lanjut Iman.
Keempat, ruang gerak yang sempit akan mengganggu kegiatan yang sudah disusun berdasarkan kalender akademik. Pelajaran olahraga, kegiatan di luar kelas, ekstrakurikuler dan lain sebagainya akan terganggu karena mereka harus berbagi lapangan dan ruang bersama siswa lainnya.
Kelima, keputusan Pemkot Depok menggabungkan sekolah harus ditolak, karena berpotensi besar akan ditiru daerah lain. Penolakan dan penghentian secara permanen penggusuran ini menjadi harga mati. (H-3)