KEMENTERIAN Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbud-Ristek) menargetkan akan menerapkan Kurikulum Merdeka pada tahun ajaran 2024/2025. Saat ini kurikulum baru tersebut masih ditahap penerapan secara sukarela atau opsional oleh sekolah-sekolah di tanah air.
Koordinator Nasional Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Satriwan Salim menilai target tersebut terlalu cepat. Berkaca pada kurikulum-kurikulum sebelumnya, penerapan secara nasional membutuhkan waktu yang lama dan dilakukan secara matang.
"Kalau sekarang ditargetkan 2024 saya pikir ini waktu yabg terlalu cepat jika berkaca pada implementasi kurikulum sebelumnya. Khusus 2013 yang butuh waktu 7 tahun," ujarnya kepada Media Indonesia, Kamis (29/12).
Menurutnya, alokasi waktu yang panjang hingga pada penerapan secara nasional sangat dibutuhkan. Mengingat para guru harus betul-betul adaptif dan memahami mulai dari paradigma, konten, delivery, metode hingga evaluasi kurikulum baru tersebut.
Untuk itu, dia menekankan pentingnya pelatihan bagi guru-guru di Indonesia. Dengan keadaan geografis yang luas hingga ke pelosok dan jumlah guru serta sekolah yang begitu banyak, rasanya tidak bila di tahun 2024 sudah ditetapkan implementasi secara nasional.
Di sisi lain, kata Satriwan, regulasi terakhir kurikulum baru tersebut masih terus berubah. "Misalnya 2023 besok akan ada perubahan terkait dengan regulasi, hal-hal teknis, ini pasti ada penyesuaian termasuk buku-buku juga," imbuhnya.
Baca juga: Awan Cumulonimbus Berpotensi Ganggu Penerbangan Sepekan ke Depan
Bahkan sampai saat ini, buku teks utama Kurikulum Merdeka belum sesuai dengan aturan terbaru atau capaian pembelajaran terbaru yang ditetapkan dalam Kepmendibudristek 262/2022 dan Keputusan Kepala BSKAP Nomor 033/2022 tentang Capaian Pembelajaran . "Jadi ini kan masih dibutuhkan, butuh waktu jangan tergesa-gesa mengimplementasikan secara nasional," sambungnya.
Satriwan pun menyayangkan bahwa di beberapa daerah justru terjadi kesalahpahaman. Dinas Pendidikan justru mendesak bahkan mewajibkan sekolah-sekolah untuk segera menerapkan Kurikulum Merdeka. Hal itu jelas bertentangan dengan regulasi yang masih menjadi Kurikulum Merdeka sebagai kurikulum opsional.
Dia pun meminta Kemendikbud-Ristek untuk secara masif melakukan sosialisasi dan pelatihan kepada para guru. Para stakeholder pendidikan juga perlu digandeng dan dilibatkan.
Perubahan kurikulum menjadi suatu keniscayaan. Sebab, untuk menghadapi tantangan zaman yang terus berubah dengan cepat, kurikulum di sekolah harus terus beradaptasi.(OL-4)