BELUM lama ini publik menerima informasi prediksi badai dahsyat yang sempat menjadi dasar para pengambil kebijakan. Pakar Klimatologi di Pusat Iklim dan Atmosfer, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Erma Yulihastin memprediksi cuaca ekstrem yang bakal terjadi pada Rabu 28 Desember 2022.
Menanggapi hal itu, Kepala BRIN Handoko mengungkapkan bahwa prediksi cuaca hujan ekstrem hingga badai dahsyat yang dikeluarkan oleh Erma Yulihastin itu bersifat personal. Hal itu bukan pendapat resmi lembaga atau yang dikeluarkan oleh BRIN.
"Kemarin adalah pendapat personal periset BRIN, bukan dari BRIN," ungkapnya, Kamis (29/12).
Menurut Handoko, meski pendapat pribadi periset bukan berarti BRIN tidak bertanggung jawab. Pihaknya tetap akan mengevaluasinya, sebab informasi di ruang publik memang memiliki dampak-dampak tertentu.
“Bukan berarti BRIN tidak memiliki tanggung-jawab dan berkontribusi atas informasi publik di atas. Pada sebagian besar kasus, BRIN turut menjadi pemasok data utama berbagai informasi, termasuk untuk kebakaran hutan, cuaca, iklim, kebencanaan, kesehatan, nuklir dan lain sebagainya,” terangnya.
Baca juga: Utamakan Keselamatan dalam Mengisi Liburan Akhir Tahun
Lebih lanjut Handoko menyatakan, BRIN memiliki banyak periset mumpuni di hampir semua bidang keilmuan. Tetapi, ia kembali menegaskan, bukan berarti BRIN sebagai lembaga yang memiliki otoritas keilmuan di semua bidang. Otoritas keilmuan dimiliki oleh para periset BRIN sesuai kepakarannya. Disebutkannya, otoritas informasi sains di ruang publik yang dimiliki BRIN hanya informasi benda jatuh dari angkasa sesuai UU 21/ 2013 tentang Keantariksaan.
Beragam kasus misinformasi semacam ini, menurut Handoko, harus semakin menyadarkan kita semua akan pentingnya penguatan literasi sains bagi publik. Sebagai lembaga pemerintah untuk riset dan inovasi BRIN tentu menjadi salah satu pihak yang bertanggung-jawab atas hal ini.
“Khususnya BRIN, kami sedang bekerja keras untuk membenahi, tidak hanya ekosistem riset dan inovasi, tetapi juga meningkatkan standar dan norma serta budaya ilmiah di kalangan periset secara nasional,” jelasnya.
Lebih lanjut, dia menegaskan bahwa akademisi memang memiliki kebebasan akademis dan otoritas keilmuan sesuai bidangnya, di dalam komunitas ilmiah. Namun dalam memberikan otoritas atas informasi sains di ruang publik, hal itu tersebut tidak berlaku. "Ruang publik memiliki dampak dan konsekuensi hukum yang luas,” kata Handoko.
Sesuai regulasi yang berlaku di Indonesia, BRIN merujuk pada BMKG mengenai informasi dan prediksi cuaca dan iklim. Sejauh ini pun kerja sama kedua lembaga berjalan baik.
“Indonesia telah memiliki regulasi yang jelas terkait otoritas informasi publik, dan menjadi tugas kita bersama untuk memperkuat pemahaman publik,” tandasnya.(OL-4)