20 December 2022, 16:46 WIB

GP Farmasi Optimistis Obat Sirup Dapat Kembali Dikonsumsi


mediaindonesia.com |

TIGA bulan berlalu sejak mencuatnya kasus cemaran terhadap obat sirup yang diduga menjadi penyebab acute kidney injury (AKI) atau gagal ginjal akut pada anak (GGAPA) di Indonesia.

Hingga 13 Desember 2022 tercatat 324 kasus AKI/GGAPA dengan 200 kasus meninggal dunia.

Prihatin akan terjadinya insiden tersebut, Selasa (20/12) Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) menggelar Bincang Pagi yang bertajuk "Kembalinya Obat Sirup yang Hilang, Jangan Ada EG/DEG di Antara Kita".

Acara Bincang Pagi bertujuan untuk bersama-sama memahami perkembangan kasus obat sirup dan mengajak seluruh pihak berkolaborasi agar masyarakat dapat segera mendapatkan akses atas obat sirup yang aman berkualitas dan berkhasiat.

Hadir sebagai pembicara Ketua Umum GPFI atau GP Farmasi, Tirto Koesnadi, MBA., Direktur Eksekutif GPFI Drs. Elfiano Rizaldi, dan Sekretaris Jenderal GP Farmasi Andreas Bayu Aji sebagai moderator.

Ketua GP Farmasi mengatakan bahwa kasus cemaran obat sirup merupakan kejadian yang belum pernah terjadi dalam Industri Farmasi (IF) Indonesia selama lebih dari 40 tahun.

Baca juga: BUMN Farmasi Dorong Industri Kesehatan Naik Kelas

"Industri farmasi nasional memproduksi 90% dari total volume obat nasional dengan berbagai jenis tablet, sirup, injeksi, kapsul, inhalasi dan berbagai produk obat lainnya," katanya,

"Namun kasus pencemaran ini hanya terjadi pada spesfik sirup saja, dan tidak terjadi pada semua jenis produk obat dari industri farmasi lainnya," ucap Tirto.

"Hal ini menunjukkan mayoritas sistem kualitas produksi industri farmasi dan sistem pengawasan dan pembinaan BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) sudah mayoritas berjalan baik, namun ada penyebab spesifik yang menyebabkan hanya sirup yang bermasalah," jelas Tirto. 

Padahal selama ini pengawasan BPOM sudah termasuk yang sangat ketat d iantara negara Asia.

Pasalnya BPOM yang merupakan anggota dari Pharmaceutical Inspection Co-operation Scheme (PIC/S) telah menerapkan aturan yang mengacu pada standar internasional.

Melalui standar internasional, BPOM telah memastikan kualitas dan keamanan sistem dan proses dan kualitas Industri farmasi sesuai dengan panduan lazim standar internasional.

"Industri Farmasi nasional juga sudah melakukan proses produksi sesuai dengan standar CPOB yang dibuat dengan merujuk pada standar internasional yang diawasi secara ketat dan konsisten oleh BPOM," jelasnya.

Di tengah pengawasan yang ketat tersebut, terjadinya cemaran EG/DEG disebabkan karena dua hal.

Pertama, adanya pemalsuan bahan pelarut oleh oknum supplier kimia yang mengganti bahan PG menjadi EG/DEG.

Industri farmasi telah memesan dan membayar dengan harga PG yang lebih tinggi, disertai dengan Certificate of Analysis PG dan Drum berlabelkan PG oleh supplier, namun isi nya telah dicampur EG.  

Kedua, hasil produksi sirup obat jadi tidak diperiksa untuk kandungan EG/DEG karena selama ini belum ada standar di dunia untuk pemeriksaan EG/DEG pada Produk Jadi Obat.

GP Farmasi juga menegaskan bahwa problem pencemaran sirup adalah kombinasi dua hal dari isu pemalsuan pelarut dan tidak adanya metode pemeriksaan EG/DEG pada obat jadi sirup, dan bukan isu adanya problem sistemik pada sistem produksi Industri farmasi atau sistem pengawasan BPOM yang sudah sangat ketat.

Hal ini terbukti dari data yang ada bahwa hanya 5% dari ragam obat sirup yang sempat beredar yang tercemar, dan hanya kurang dari 2% dari total obat yang beredar yang tercemar.

Sementara itum, sekitar 94% obat sirup lainnya layak dikonsumsi yang membuktikan bahwa kasus cemaran sirup adalah sebuah insiden dan bukan sistemik mayoritas.

Berdasarkan semua fakta tersebut, maka GPFI telah mengambil berbagai upaya strategis dalam mendukung langkah-langkah pemerintah, dalam hal ini Kementerian Kesehatan (Kemenkes).

Kemenkas ,menghentikan sementara semua penjualan dan penggunaan obat sediaan sirup sebagai bentuk kehati-hatian terkait tingginya kasus AKI/GGAPA di Indonesia pada Oktober lalu. 

“GPFI turut mengimbau seluruh industri farmasi, khususnya yang tergabung dalam asosiasi kami, untuk segera melakukan pengujian ulang terhadap item obat sirup dan melaporkan hasilnya kepada Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) untuk diverifikasi, sesuai dengan Surat Edaran BPOM tanggal 18 Oktrober 2022,” ujar Tirto.

Menurut data per 15 Desember 2022, dari sekitar 2.400 item obat sirup yang diuji, 335 item obat sirup telah dinyatakan oleh BPOM aman dan layak konsumsi. 

Berdasarkan fakta belum adanya panduan metode pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi, maka GPFI mendukung agar Kemenkes berkolaborasi dengan BPOM dapat membuat farmakope panduan pemeriksaan EG/DEG pada produk jadi.

Selain Direktur Eksekutif GP Farmasi Drs. Elfiano Rizaldi mengatakan yang tidak kalah pentingnya adalah untuk mendorong aparat penegak hukum untuk segera memproses dan menindak dengan tegas agar memberikan efek jera kepada oknum pemasok yang menipu dan memalsukan bahan baku penolong kepada industri farmasi.

GP Farmasih juga mendorong otoritas kesehatan/obat untuk melakukan pembinaan kepada industri farmasi yang melakukan kelalaian atau ketidakdisiplinan dalam proses produksi obat sirup dengan mempertimbangkan prinsip ultimum remedium atas proses hukum yang sedang berjalan saat ini. (RO/OL-09)
 

BERITA TERKAIT