20 December 2022, 07:45 WIB

Perlunya Regulasi


Retno Gumilang Dewi/M-1 |

DI dalam Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Bali 2020-2050 disebutkan bahwa intensitas pemakaian energi listrik di Bali pada 2015 mencapai 1.102 kWh/kapita, dan mengalami sedikit penurunan pada 2021 menjadi 1.067 kWh/kapita. Nilai tersebut tergolong rendah jika dibandingkan dengan kota-kota besar di dunia.

Regulasi yang disusun Pemprov Bali diharapkan merupakan penjabaran rencana lintas sektor yang memberikan dampak signifikan dalam mencapai sasaran kebijakan energi bersih dan independen dengan memaksimalkan dan mengutamakan pemanfaatan energi lokal.

Kementerian ESDM telah mendorong pembangunan PLTS lebih besar jika dibandingkan dengan RUPTL mengingat harga pembangunannya yang semakin murah dan mendukung pencapaian target 23% bauran EBT pada 2025. Agar bisa berkembang, EBT di Indonesia perlu dilindungi dengan regulasi sehingga bisa berkompetisi dengan energi fosil yang telah mendominasi sistem ketenagalistrikan selama ini.

Contoh regulasi yang sudah memberikan lampu hijau untuk pengembangan PLTS seluas-luasnya untuk komersial dan rumah tangga ialah Peraturan Menteri (Permen) ESDM No 26/2021. Namun, pada praktiknya PLN memberikan pembatasan dengan hanya memperbolehkan 10%-15% kapasitas.

Sebagaimana telah disampaikan, potensi EBT tertinggi di Bali ialah energi surya. Namun, sumber energi itu memiliki keterbatasan karena bersifat intermittent. Oleh karena itu, pembangunan PLTS dapat dibarengi dengan menggunakan smart micro-grid dan digabungkan dengan pembangkit listrik lain (hybrid/hibrida), misalnya energi angin dan tenaga air.

Pembangkit berbasis EBT terus mengalami peningkatan. Namun, perlu dicatat bahwa porsi EBT dalam bauran energi terus menurun karena porsi pembangkit listrik berbasis fosil tetap lebih tinggi. (Retno Gumilang Dewi/M-1)

BERITA TERKAIT