20 December 2022, 07:40 WIB

Perjalanan Panjang Menuju Bali Net Zero Emission 2060


Retno Gumilang Dewi Kelompok Keahlian Energi dan Sistem Pemroses Teknik Kimia |

PADA 2021, tercatat penjualan listrik Bali tertinggi di sektor bisnis dan rumah tangga mencapai 88% dari total penjualan listrik 4,7 terawatt-hour (TWh). Kebutuhan listrik Bali saat ini dipenuhi dari pembangkit listrik off-grid, independent power producer (IPP) yang terhubung dengan jaringan Jawa-Madura-Bali (Jamali), dan pasokan listrik dari jaringan Jamali yang diperoleh dari Jawa melalui kabel bawah laut (sub-sea cable).

Demi menjaga ketahanan pasokan listrik mereka, Bali harus mandiri dalam menyuplai listrik. Pemerintah Provinsi Bali mempunyai visi untuk mengutamakan pengembangan dan pemanfaatan pembangkit listrik energi terbarukan dan energi bersih. Penerapan energi terbarukan dan bahan bakar rendah emisi karbon juga dapat dianggap sebagai langkah mitigasi yang dapat dimasukkan ke komitmen Indonesia dalam mengurangi emisi GRK seperti yang tertuang dalam Enhanced Nationally Determined Contribution (ENDC) 2022 di bawah Perjanjian Paris.

Dalam penyusunan rencana pembangunan energi hijau serta memastikan pertumbuhan ekonomi regional di wilayah Bali, diperlukan pemetaan potensi energi terbarukan di wilayah itu. Beberapa rencana pembangunan ketenagalistrikan nasional dan khususnya di Bali telah dilakukan berbagai pihak. Rencana itu di antaranya dituangkan dalam Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021-2030, Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN) 2019-2038, dan Rencana Umum Energi Daerah (RUED) Bali 2020-2050.

Tiap-tiap rencana pembangunan itu mencakup adanya peningkatan energi terbarukan pada bauran pasokan listrik dalam memenuhi Bali yang green dan independent. Namun, masih diperlukan analisis pasokan listrik dari pembangkit lokal yang bersumber dari energi terbarukan hingga 2060 untuk menilai apakah harapan itu dapat tercapai.

Institut Teknologi Bandung (ITB) melalui Program Pengabdian kepada Masyarakat oleh Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) telah memberikan pandangan secara ilmiah berdasarkan potensi wilayah Bali untuk memanfaatkan sumber daya mereka dalam mencapai mimpi besar Bali menuju energi bersih, independen, dan net zero emission 2060.

Hal itu dituangkan dalam dokumen naskah akademik yang diserahkan kepada Pemprov Bali diwakili Gubernur Bali I Wayan Koster. Di dalam dokumen tersebut dituangkan serangkaian hasil kajian yang dapat dijadikan referensi bagi Pemprov Bali dalam menyusun rencana pembangunan di masa depan yang bersifat lebih ramah lingkungan.

Sektor energi termasuk sektor penghasil emisi GRK terbesar di Indonesia, terutama di subsektor pembangkit listrik. Melalui perencanaan pembangunan pembangkit listrik dengan porsi energi terbarukan yang semakin tinggi dalam bauran energi, niscaya tujuan mencapai energi bersih dan penurunan emisi GRK akan dapat dicapai.

 

Potensi-potensi EBT

Energi surya merupakan jenis energi terbarukan yang memiliki potensi paling tinggi di Bali, yaitu mencapai 1.254 MW. Pemanfaatan potensi solar PV di atap bangunan komersial berpeluang menjadi salah satu EBT andalan di Bali.

Energi angin merupakan potensi terbesar kedua di Bali, mencapai 1.019 MW. Tantangan dari implementasi pembangkit listrik tenaga bayu (PLTB) ialah karakteristik energi angin yang fluktuatif (bersifat intermittent). Bali memiliki potensi tenaga air termasuk minihidro dan mikrohidro sebesar 639 MW.

Pulau Bali dikelilingi laut sehingga terdapat potensi energi arus laut (pembangkit listrik tenaga arus laut/PLTAL) sebesar 320 MW yang sangat cocok dikembangkan. Contoh lokasi yang disarankan ialah di perairan Toyapakeh, Nusa Penida, dengan kondisi kecepatan arus lautnya 2,5-3,0 m/detik dengan durasi 9-18 jam/hari.

Pembangunan dan pengoperasian PLTAL tidak merusak ekosistem di Bali sehingga Pulau Dewata itu tetap dapat mempertahankan karakteristik mereka sebagai daerah tujuan wisata. Potensi energi panas bumi di wilayah Bali tersebar di enam lokasi, yaitu Banyuwedang, Seririt Buleleng, Batukaru, Tabanan, Buyan-Bratan Buleleng, dan Kintamani Batur, dengan potensi sebesar 262 MW.

Pemanfaatan energi panas bumi didapat melalui pembuatan galian ke perut bumi pada kedalaman tertentu hingga tercapai titik panas bumi. Energi panas yang dihasilkan dimanfaatkan untuk menggerakkan turbin yang kemudian memutar generator. Namun, eksplorasi panas bumi di tanah Bali bersentuhan dengan ranah kearifan lokal dan keagaaman sehingga diperlukan sosialisasi ke masyarakat.

Sementara itu, potensi pengembangan energi biomassa sangat menarik sebab potensi sumber bahan bakunya yang melimpah. Pengembangan PLT biomassa dapat ditujukan untuk memenuhi kebutuhan listrik pada wilayah yang belum terjangkau oleh jaringan listrik PLN (off-grid) ataupun sebagai bahan bakar campuran dalam pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) melalui skema co-firing.

Potensi biogas di Bali tergolong kecil, yaitu sebesar 44,7 MW. Walaupun demikian, biogas dapat diaplikasikan di tingkat rumah tangga sehingga penggunaan elpiji berganti ke sumber terbarukan.

 

Implementasi rendah

Hingga Juni 2021 tercatat implementasi penggunaan pembangkit listrik energi terbarukan yang sudah dipasang di Bali hanya mencapai 6 MW (sekitar 0,2% dari potensi) yang didominasi pemasangan energi surya hingga 5 MW.

Beragam target penggunaan EBT telah disusun, tetapi implementasinya tergolong sangat rendah. Di dalam program prioritas bidang energi listrik Bali yang tercantum dalam Misi Provinsi Bali, dinyatakan salah satu skema pendanaannya berasal dari APBD provinsi.

Pada anggaran belanja Provinsi Bali 2022, tercatat target belanja untuk kegiatan pelaksanaan konservasi energi di wilayah provinsi dalam program pemenuhan kebutuhan energi dengan mengutamakan peningkatan energi baru terbarukan sebesar Rp186 juta.

Nilai tersebut hanya sebesar 0,003% dari target belanja total APDB Bali 2022 (Perda Provinsi Bali No 11/201 tentang APBD Semesta Berencana Provinsi Bali Tahun Anggaran 2022). Rendahnya alokasi pendanaan pembangunan energi berbasis EBT menjadi salah satu penyebab minimnya implementasi pembangunan EBT di Bali.

Nilai investasi energi berbasis EBT memang tergolong lebih mahal jika dibandingkan dengan energi berbasis fosil. Ditambah lagi, ada rencana pensiun dini PLTU Celukan Bawang. Apabila rencana tersebut ingin diwujudkan, diperlukan skema yang didukung dengan pendanaan yang cukup atas biaya kompensasi aset yang terbengkalai dan biaya decommissioning (penutupan) pembangkit tersebut.

Selain itu, diperlukan rencana pembangunan pembangkit baru agar pasokan listrik tetap aman dan didukung dengan teknologi yang efisien, serta jaringan transmisi yang mumpuni. Diperlukan pula skema pembiayaan yang mendukung, misalnya dengan mengoptimalkan investasi swasta yang disertai dengan iklim investasi yang sehat dalam pembangunan pembangkit listrik berbasis EBT. (M-1)

 

Biodata

Dr Retno Gumilang Dewi

Jabatan

Kepala Pusat Kebijakan Keenergian ITB

Pengajar di Program Studi Teknik Kimia ITB

 

Pendidikan

S-3 Teknik Kimia ITB

S-2 Environmental Engineering Science University of New South Wales, Australia

S-1 Teknik Kimia ITB

 

BERITA TERKAIT