05 December 2022, 22:45 WIB

Bentuk Panja RUU KSDHAE, DPR Minta Pemerintah Perbaiki DIM


Atalya Puspa |

KOMISI IV DPR RI telah menyepakati pembentukan panitia kerja untuk penyusunan Rancangan Undang-Undang Konervasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (KSDHAE). Hal itu diputuskan dalam rapat kerja Komisi IV DPR RI bersama dengan KLHK, Kementerian Pertanian, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan DPD pada Senin (5/12).

"Anggota panja dari DPR RI terdiri dari 27 anggota. Selanjutnya pemerintah bisa menugaskan nama pejabat eselon 1 dan 2 dari kementerian lembaga yang akan mewakili pemerintah dalam pembahsan panja RUU KSDHAE," kata Ketua Komisi IV DPR RI Sudin.

Adapun, dalam rapat tersebut ditetapkan bahwa ketua Panja pembahasan RUU KSDHAE ialah Budisatrio Djiwandono yang juga merupakan Wakil Ketua Komisi IV DPR RI.

Sudin menyatakan, pihaknya juga memerintahkan kepada pemerintah untuk memperbaiki daftar inventarisasi masalah pada RUU KSDHAE dan selambat-lambatnya haru diajukan kepada panitia panja pada minggu kedua Januari 2023.

"Lalu nanti pada 8 sampai 10 Desember 2022 Komisi IV akan melakukan penyearap aspirasi ke tiga universitas, yaitu Universitas Gadjah Mada, Universitas Lampung dan Universitas Airlangga," ucap Sudin.

Ia berharap, RUU KSDHAE dapat segera diselesaikan. Pasalnya, aturan mengenai pengelolaan dan pengawasan kawasan konservasi saat ini masih banyak ditemui titik kelemahan.

"Misalnya saja dalam UU 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, ini terlalu banyak juga kelemahan. Contoh, pasal 38 menyebutkan bahwa penggunaan kawasan hutan untuk kepentingan pengembangan dilakukan oleh pemberian pinjam pakai oleh menteri dengan batasan dan jangka waktu tertentu. Tapi pasca UUCK pinjam pakai berubah menjadi persetujuan kawasan hutan," beber Sudin.

"Jadi ada ketidaksesuaian antara UU CK untuk penggunaan kawasan hutan untuk pertambangan," imbuh dia.

Sebagai informasi, RUU KSDHAE memuat 16 bab dan 62 pasal. Adapun, 16 bab itu berisi tentang ketentuan umum, perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber daya hayati dan ekosistemnya, kawasan suaka alam, pengawetan keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, kawasan suaka alam, pengawetan jenis timbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Selain itu memuat juga tentang kawasan pelestarian alam, pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar, partisipasi masyarkat yang terbagi dalam tiga bagian, yakni umum, masyarakata hukum adat dan masyarakat sekitara kawasan konservasi.

Selain itu kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pendanaan, larangan, penyidikan, ketentuan pidana, ketetuan peralihan dan penutup.

Wakil Menteri LHK Alue Dohong menyatakan pihaknya sangat menghargai inisiasi DPR RI yang terus mendorong perbaikan konservasi sumber daya alam di Indonesia. Ia menilai bahwa perubahan UU nomor 5 tahun 1990 tentang KSDHAE perlu segera hadir guna menjawab berbagai perkembangan dan dinamika dalam urusan konservasi dan sumber daya alam.

"Pemerintah memandang UU KSDHAE amat vital bagi kehidupan manusia. Diperlukan pengaturan yang bertujuan untuk melestarikan dan melindungi konservasi hayati dan ekosistemnya, meningkatkan pemasukan devisa negara dan mensejahterakan masyarakat sekaligus mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan pelibatan masyarakat dan swasata nasional dengan tidak mengabaikan karakteristik dan keberlangsungan hidup ekosistemnya," beber dia.

Adapun, dalam daftar inventarisasi masalah, KLHK menyampaikan sejumlah aspirasinya terkait dengan draft RUU KSDHAE. Di antaranya, KLHK memandang bahwa dalam perubahan UU nanti, tidak perlu mengatur mekanisme pelimpahan kawasan konservasi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.

"Hal ini dikarenakan hutan konservasi merupakan benteng terakhir kawasan hutan dan cukup pendelegasian melalui prosedur kerja sama antara pusat dan daerah," ucap Alue.

Selain itu, usulan mengenai status konservasi tanaman dan satwa liar (TSL) dalam RUU KSDHAE menjadi kategori 1, 2 dan 3, dianggap kLHK akan mempersulit proses identifikasi pengendalian, pemanfaatan serta penegakan hukum.

"Penetapan status konservasi TSL yang sudah diatur dalam UU nomor 5 tahun 1990 menitikberatkan pada aspek perlindungan dan pemanfaatan. Sedangkan usulan kategorisasi status konservasi TSL dalam draft RUU inisiatif DPR menitikberatkan pada aspek pemanfaatan," ucap Alue.

"Untuk itu pembagian status tetap pada dilindungi dan tidak dilindungi," imbuhnya. (H-2)

BERITA TERKAIT