INFRASTRUKTUR bagi penyandang disabilitas masih belum terintegrasi dengan baik. Kemudian di wilayah pinggiran kota, terutama fasilitas transportasi lebih tidak ramah bagi penyandang disabilitas. Hal serupa terjadi di kota atau kabupaten di daerah.
Ketua Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia, Gufron Sakaril mengatakan Infrastruktur yang inklusif adalah infrastruktur yang ramah bagi penyandang disabilitas.
"Maksudnya infrastruktur yang ramah bagi penyandang disabilitas adalah Yang bisa diakses oleh semua ragam disabilitas. Baik itu fisik seperti pakai kursi roda atau tongkat, kemudian bisa dipakai teman tuna netra seperti guiding block, dan bisa digunakan oleh tuna rungu atau wicara seperti sign atau tanda-tanda," tegas Gufron pada saat dihubungi pada Sabtu (3/12).
Faktanya di kota-kota besar sudah ada guiding block, beberapa mal juga sudah mempunyai bidang miring, toilet yang akses untuk kursi roda.
"Tapi kadang-kadang ada beberapa fasilitas yang tidak bisa digunakan, seperti halnya di trotoar yang ditengahnya ada tiang listrik atau lubang, bahkan ada yang digunakan untuk parkir motor, sehingga menyulitkan penyandang disabilitas netra mandiri menggunakan fasilitas publik yang sudah dilengkapi guiding block tadi," ujarnya.
Baca juga: Butuh Komitmen Bersama untuk Menjamin Pemenuhan Hak Penyandang Disabilitas
Kemudian fasilitas transportasi memang menjadi kendala besar bagi penyandang disabilitas, terutama disabilitas netra dan disabilitas fisik.
"Mereka sulit mengakses transportasi publik terutama untuk mereka yang memakai kursi roda. Walaupun di Jakarta saat ini sudah disediakan Transcare untuk penyandang disabilitas fisik atau disabilitas lain, namun jumlahnya masih terbatas," jelas Gufron.
Menurut Gufron, kondisi di daerah sulit dijangkau untuk meningkatkan infrastruktur yang inklusif bagi teman-teman penyandang disabilitas.
"Itu menjadi PR berat untuk bisa melakukan inklusivitas di daerah. Apalagi untuk teman-teman penyandang di daerah pegunungan yang mau sekolah atau belajar karena kondisi jaraknya jauh dan sulit dijangkau akhirnya memutuskan niat untuk tidak sekolah, itu yang jadi kendala," ucpanya. (OL-4)