KANKER atau tumor ganas adalah pertumbuhan sel atau jaringan yang tidak terkendali dan terus bertambah. Sel kanker dapat menyusup ke jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar.
Kanker dapat menyerang semua usia, dari bayi hingga orang lanjut usia. Namun, kanker pada anak berbeda dengan dewasa.
Data WHO tahun 2020 menunjukkan, setiap tahun ada sekitar 400.000 anak dan remaja/ terdiagnosis kanker. Di Indonesia, sekitar 11.000 anak terdiagnosis kanker setiap tahun.
Data dari Sistem Registrasi Kanker di Indonesia tahun 2016 memperlihatkan, ada 18 per 100.000 anak terdiagnosis kanker pada kelompok usia 0-5 tahun, dan 10 per 100.000 anak untuk kelompok usia 5-14 tahun.
Angka kesembuhan kanker pada anak akan lebih baik jika diobati pada stadium dini.
Di negara maju, angka kesembuhan mencapai 80%, sementara di negara berpenghasilan sedang dan miskin, hanya 20% angka kesembuhan akibat diagnosis yang terlambat, serta terapi dan terapi pendukung yang terbatas.
Baca juga: Gandeng Kemenkes, AstraZeneca Kampanye Deteksi Dini Kanker Ovarium
Melihat fakta ini, Yayasan Onkologi Anak Indonesia (YOAI) terus melakukan edukasi tentang kanker pada anak, baik untuk tenaga kesehatan maupun masyarakat awam. Terlebih di masa pandemi COVID-19, di mana akses ke pelayanan kesehatan dibatasi.
“Kegiatan awareness ini yang merupakan inisiasi Yayasan Onkologi Anak Indonesia, berkolaborasi dengan Rumah Sakit Kanker Dharmais dan didukung oleh CHAI (Clinton Health Access Initiative), diharapkan akan semakin meningkatkan awareness bagi tenaga kesehatan tentang Deteksi Dini Kanker pada anak," kata ujar Direktur Utama Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr. R. Soeko W Nindito dalam keterangan, Minggu (3/12).
Hal ini sejalan dengan transformasi sistem kesehatan di Indonesia yang dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Penanganan kanker merupakan salah satu yang menjadi prioritas di antara penyakit lain,
"Dengan adanya awareness ini diharapkan pasien yang datang ke rumah sakit berada dalam kondisi stadium dini sehingga pengobatannya menjadi lebih baik lagi," kata dr.Soeko.
"Rumah Sakit Kanker Dharmais saat ini sedang membangun sebuah gedung yang akan menjadi pusat dari pelayanan kanker bagi wanita dan anak, di mana di dalamnya terdapat teknologi-teknologi terbaru, termasuk pengobatan presisi untuk penyembuhan kanker pada anak," jelasnya.
“Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung selama lebih dari 2 tahun ini telah mengubah seluruh aspek kehidupan termasuk pelayanan kesehatan dan menjadi tantangan bagi sistem-sistem kesehatan di seluruh dunia, khususnya mengenai penanganan kanker pada anak," kata papar Ketua Umum YOAI, Rahmi Adi Putra Tahir.
"Hasil ulasan dan diskusi dengan dokter anak dari Rumah Sakit Kanker "Dharmais", pasien kanker anak baru yang terdiagnosis sebagian besar sudah dalam stadium lanjut, sehingga tidak sedikit yang mendapatkan penanganan paliatif," katanya.
"Keterlambatan diagnosis dan pengobatan bagi pasien kanker anak disebabkan oleh beberapa faktor, salah satunya adalah tingkat kewaspadaan dari anggota keluarga yang perlu ditingkatkan,” ucap Rahmi.
“Kanker anak bisa menyerang siapa saja, mengetahui gejala dan deteksi dini sangat penting diketahui orang tua dan masyarakat umum," ungkap dr. Atiek Anartati, MPH & TM Country Director CHAI Indonesia.
"Peran kader kesehatan yang sehari-hari dekat dengan masyarakat menjadi sangat penting dalam menyampaikan informasi kepada orang tua dan mengetahui gejala dini kanker anak sehingga dapat ditangani segera dan mencegah komplikasi,” jelas dr. Atiek.
Dalam rangka meningkatkan temuan kasus kanker pada anak sejak dini, Bidang Penyebarluasan Informasi YOAI, mengadakan webinar atau edukasi Hybrid (online dan offline) untuk para Kader Puskesmas dengan topik “Pengenalan Gejala Dini Kanker pada Anak”
Webinar ini didukung oleh CHAI (Clinton Health Access Initiative) dan berkolaborasi dengan Rumah Sakit Kanker Dharmais. Acara berlangsung Sabtu, 3 Desember 2022 di RSKanker Dharmais.
Acara ini dihadiri kader Puskesmas Jakarta Barat binaan RS Kanker "Dharmais" dan peserta online adalah kader Puskesmas dari seluruh Jakarta dan seluruh Indonesia.
“Puskesmas sebagai ujung tombak dari pusat kesehatan masyarakat, dapat mencegah keterlambatan diagnosis dan pengobatan bagi pasien kanker anak,” tambah Rahmi.
Dokter spesialis anak konsultan hematologi onkologi anak dari RSK Dharmais, dr. Haridini Intan, Sp. A(K) menjelaskan, gejala kanker pada anak sering tidak terdeteksi atau sulit dikenali, sehingga tenaga kesehatan berperan menilai secara dini."
"Dengan begitu, jika menemukan tersangka pasien anak dengan keganasan dapat segera dirujuk ke fasilitas yang memadai untuk mencapai prognosis yang baik," jelasnya.
“Kanker pada anak sulit untuk terdeteksi karena tidak ada gejala pada stadium dini. Selain itu anak tidak dapat merasakan perubahan. Berbeda dengan orang dewasa, anak tidak dapat menjelaskan sehingga orang tua harus lebih perhatian,” jelas dr. Haridini.
Lebih jauh dr. Haridini menjelaskan, terdapat beberapa jenis tumor yang sering ditemukan pada anak, yaitu kanker darah (leukemia) dan kanker atau tumor padat berupa retinoblastoma, Kanker otak, Limfoma, Rhabdomiosarkoma, Osteosarkoma, Neuroblastoma, Karsinoma nasofaring, Nefroblastoma, dll.
Jenis kanker pada anak inilah yang menjadi prioritas penemuan dini. Diharapkan, dengan aktifnya tenaga kesehatan di Puskesmas menemukan kasus dini kanker pada anak, bisa menjaring kasus baru leukemia hingga 30-40%, dan kanker lainnya.
Secara umum, gejala kanker darah pada anak antara lain anak terlihat pucat dan sering mengalami perdarahan, demam lebih dari 2 minggu tanpa etiologi yang jelas.
Selain itu, ada pula gejala pada musculoskeletal berupa benjolan pada sendi atau ekstremitas, nyeri sendi atau arthritis, dan fraktur patologis.
Kanker kelenjar getah bening yang juga termasuk jenis kanker darah memiliki gejala seperti limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening) yang bersifat lokal jika persisten atau progresif tidak sembuh dengan terapi antibiotik 4-6 minggu.
Biasanya ukuran nodul >2 cm, berbatas tegas, keras, lokasi supraklavikular and epitrokhlear.
Gejala neurologis berupa nyeri kepala >2 minggu terutama pada pagi hari (46-76%), muntah pagi hari, defisit neurologis yang mendadak, dan kelainan koordinasi dan jalan (ataksia).
Untuk mendeteksi tumor padat, waspada setiap menemukan massa atau benjolan di kepala dan leher: kemungkinan itu adalah limfoma, rabdomiosarkoma dan leukemia.
Massa di intraabdomen umumnya berkaitan dengan tumor Wilms, Neuroblastoma,hepatoblastoma, ovarium (germ cell tumor) atau rhabdomiosarkoma.
Retinoblastoma atau kanker pada mata, termasuk kanker pada anak yang mudah dideteksi.
“Gejala yang paling bisa dilihat adalah bintik putih di bola mata, bisa satu atau kedua mata, yang Nampak bersinar jika terkena cahaya. Segera rujuk ke rumah sakit jika menemukan kasus ini,” jelad dr. Haridini.
Dukungan Psikologis
Pembicara dr. I Gusti Ngurah Agastya, Sp.KJ memaparkan tentang pentingnya mendeteksi kesehatan mental pada pasien kanker anak dan orang tuanya. Ada banyak faktor yang menyebabkan risiko gangguan mental pada pasien kanker anak.
Secara biologis, perkembangan otak belum optimal dan ada ketidakseimbangan neurotransmiter (dopamin, serotonin, dll). Anak juga belum bisa mengelola kondisi psikologis dalam hal ini mekanismekoping/ kemampuan mengatasi masalah.
“Belum lagi bicara soal faktor sosial, keluarga, ekonomi dan sebagainya. Anak-anak tidak bisa masuk sekolah dan bertemu teman-temannya karena harus menjalani perawatan panjang di rumah sakit,” jelas dr. Agastya.
Semua faktor ini akan meningkatkan risiko gangguan mental organik berupa depresi, rasa cemas, bahkan bisa berkaitan dengan penyelahgunaan obat terlarang dan perilaku bunuh diri.
Dr. Agastya menjelaskan, ada ciri ciri gangguan kesehatan mental pada anak yang bisa dideteksi pada anak, antara lain kesulitan dalam hubungan interpersonal, meningkatnya gangguan somatisasi yang berupa keluhan gejala fisik, rasa percaya diri yang rendah atau citra diri yang rendah terhadap bentuk tubuh, gangguan emosi dan gangguan perilaku.
Anak yang mengalami gangguan suasana hati atau gangguan mental akan berdmapak pada ketidakteraturan pengobatan dan ketidakkooperatifan pengobatan.
Bagaimana dengan orang tua pasien? Dukungan perlu juga diberikan pada orang tua anak dengan kanker.
“Diagnosis kanker pada anak dapat menjadi pengalaman yang traumatik untuk orang tua. Pasti timbul rasa terkejut, takut, dan putus asa yang akhirnya meningkatkan gangguan kecemasan bahkan depresi,” ujar dr. Agastya. (RO/OL-09)