21 November 2022, 15:05 WIB

Badan POM dan PMI Komitmen untuk Hasilkan Produk Darah Dalam Negeri


Atalya Puspa |

BADAN Pengawas Obat dan Makanan bersama Palang Merah Indonesia (PMI) berkomitmen untuk menghasilkan produk darah dalam negeri guna mengurangi angka impor. Ketua Umum Palang Merah Indonesia (PMI) Pusat Jusuf Kalla mengungkapkan, saat ini Indonesia masih mengeluarkan anggaran sebesar Rp1 triliun pertahunnya untuk impor produk darah seperti almubin, Faktor VIII, Faktor IX, IgG dan produk darah lainnya.

"Nutrisi-nutrisi pengobatan itu selama ini masih impor, karena tidak ada fraksinasi dalam negeri. Impor Rp1 triliun pertahun itu tentu akan bertambah terus," kata Jusuf Kalla di Hotel Grand Mercure Kemayoran, Jakarta Pusat, Senin (21/11).

Di sisi lain, bahan baku pembuat produk darah itu, yakni plasma, banyak tersedia di Indonesia. Jusuf Kalla menyatakan, dalam satu tahun PMI bisa mengumpulkan sebanyak 5 juta kantong darah. Dari jumlah tersebut, 10% sampai 20%-nya merupakan plasma yang seharusnya bisa diolah dengan fraksinasi untuk menghasilkan produk darah yang bermanfaat untuk berbagai pengobatan.

"Akibat tidak ada fraksinasi, plasma itu dibuang dan menghabiskan ongkos sekitar Rp3,5 miliar pertahun. Karena kita tidak bisa buang sembarangan. Harus dimusnahkan oleh perusahaan yang mampu. Jadi di samping sia-sia, kita malah makan ongkos pemusnahan itu," ucap dia.

Karena itu, PMI bekerja sama dengan Badan POM, Kementerian Kesehatan dan industri farmasi terkait untuk menyiapkan kapasitas industri dalam negeri yang mampu melakukan fraksinasi. Dalam hal ini, bukan hanya industri farmasi BUMN saja yang dapat bergabung, tapi juga industri farmasi swasta juga bisa turut terlibat dalam fraksinasi plasma untuk meningkatkan produksi dalam negeri.

"Jadi kalau ini selesai, kita bukan hanya impor tapi ekspor juga. Karena kita punya sumber plasma yang besar dari donor darah yang selama ini ada," pungkas JK.

Pada kesempatan itu, Kepala Badan POM Penny Lukito mengungkapkan, salah satu hambatan terbesar dari mewujudkan kemandirian produk darah di Indonesia ialah belum adanya industri farmasi yang siap, mulai dari sisi teknologi hingga fasilitas. Untuk itu, Badan POM memiliki komitmen melakukan pengawalan dan pendampingan untuk penerapan cara pembuatan obat yang baik (CPOB) pada unit donor darah (UDD) yang tersebar di Indonesia guna menghasilkan produk darah.

"Hingga November 2022 ini, Badan POM telah menerbitkan sertifikat CPOB bagi 19 UDD yaitu 18 UDD PMI dan 1 UTD rumah sakit. Saya kira ini perlu kita intensifkan untuk dikembangkan," beber dia.

Dalam hal ini, Badan POM kembali memperpanjang kerja sama dengan PMI untuk meningkatkan dan memperluas kapasitas dan jaminan mutu bahan baku produk darah di Indonesia. "Targetnya dalam 5 tahun ke depan ada 60 UDD yang sudah mendapatkan sertifikat CPOB dari Badan POM. Jadi fungsinya, selain untuk memenuhi supply dalam negeri, sertifikat internasional ini diharapkan mampu membuat produk Indonesia bisa diekspor," imbuh dia.

Pada kesempatan itu, Direktur Produksi dan Distribusi Kefarmasian Kemenkes Agusdini Banun Saptaningsih menyatakan, Kemenkes akan menunjuk dua industri yang akan terlibat dalam fraksionasi plasma pada Desember 2022. "Lalu dari situ akan dilakukan raw manufacturing, dan 2 tahun setelahnya akan mendirikan pabriknya di Indonesia. Ini dilakukan untuk menciptakan ketahanan kemandirian untuk kebutuhan darah dapat dipenuhi dan diproduksi di indonesia," pungkasnya.(H-1)

BERITA TERKAIT