13 November 2022, 14:05 WIB

Chandle, Wujud Toleransi Kegiatan Keagamaan di SMAN 2 Depok


Bayu Anggoro |

DINAS Pendidikan Jawa Barat melalui Cabang Dinas Pendidikan
Wilayah II Jawa Barat (Jabar) berupaya membentengi warga sekolah agar
terbebas dari segala bentuk diskriminasi dan intoleransi. Caranya,
dengan menciptakan lingkungan belajar yang demokratis, menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai kultural, dan kemajemukan bangsa.

Kepala Cadisdik Wilayah II Jabar, Otin Martini, menyampaikan, penting
bagi setiap sekolah memfasilitasi setiap pemeluk agama tanpa adanya
diskriminasi. Hal ini juga sesuai dengan amanat Undang Undang No. 20
Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional atau UU Sisdiknas.

"Dari pemeluk agama yang mayoritas hingga pemeluk agama minoritas
memiliki hak yang sama untuk mendapatkan kesempatan dan fasilitas dalam
menunjang kegiatannya di sekolah," ujar Otin Martini, Minggu (13/11).

Komitmen Cadisdik Wilayah II Jabar dalam menghadirkan toleransi di
lingkungan belajar tersebut, salah satunya ditunjukan dengan menghadirkan program Chandle yang diinisiasi oleh Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 2 Depok.

Chandle, memiliki makna Christian SMADA People yang diikuti oleh Rohkris atau Rohani Kristen di sekolah tersebut. "Salah satu contoh
pengimplementasian dari keadilan dalam kegiatan keagamaan di sekolah
adalah dengan adanya program Chandle," katanya.

Otin memastikan, upaya meminimalisir bentuk diskriminasi dan intoleransi tidak hanya dilakukan di SMAN 2 Depok. Sekolah lain yang berada di lingkungan Cadisdik Wilayah II Jabar yaitu meliputi Kota Bogor dan Depok, juga didorong melakukan hal serupa.

"Chandle merupakan tempat bagi siswa-siswi SMAN 2 Depok yang berumat
Kristen dan Katolik untuk bersekutu, beribadah, menjalin kasih dan
persahabatan," pungkasnya.


Sinergi antar-agama

Kepala Sekolah SMAN 2 Depok Wawan Ridwan mengatakan, ada berbagai kegiatan keagamaan pada di lingkungan sekolah yang dia bina dan telah berlangsung sejak lama. Di antaranya, seperti Rohis (rohani Islam), marawis dan program Chandle.

Khusus program Chandle, menurut Wawan, adalah wadah bagi siswa dan siswi beragama Kristen dan Katolik yang tidak hanya mengikat pada satu
angkatan saja. Dalam berbagai kesempatan, Program Chandle kerap kali terhubung dengan para senior yang telah lulus untuk memberikan bimbingan.

"Pada beberapa kegiatan bahkan sering terjadi sinergi dan kolaborasi antara Chandle dan Rohani Islam. Ini juga bukti tingginya toleransi di SMAN 2 Depok," ujar Wawan.

Toleransi agama warga sekolah di SMAN 2 Depok juga tampak dari formasi
ketua dan wakil ketua Majelis Pewakilan Kelas (MPK). Ketua MPK di SMAN 2 saat ini diketuai oleh siswa muslim, sedangkan wakil ketua adalah non muslim.

Dikatakannya pula, bahwa tahun sebelumnya siswa non muslim hanya sekitar 35 orang di SMAN 2 Depok. Sementara untuk tahun ajaran ini, meningkat hingga 66 orang.

"Keseluruhan siswa non muslim saat ini 160 anak dari berbagai kelas. Kami mengatur penjadwalan pelajaran agamanya, juga kegiatan pendukung lainnya," tambahnya.

 

Kegiatan rutin

 

Adapun dalam program Chandle, teradapat sejumlah kegiatan keagamaan yang rutin digelar, baik itu secara harian, mingguan, bulanan hingga tahunan.

Untuk harian, digelar kegiatan SaTe atau Saat Teduh, mingguan yaitu
kegiatan PJ atau persekutuan Jumat.

"Nah untuk bulanan ada PJ Spesial. Di mana dalam persekutuan Jumat ini
disertai juga dengan games. Sedangkan untuk tahunan, ada Youth Camp,
Natalan dan Retreat," paparnya.

Lebih lanjut, Wawan menjelaskan, bahwa Chandle bukan sekadar tempat
berkumpul atau berorganisasi. Namun, berhubungan juga dengan pembentukan karakter.

"Karena, melalui kepengurusan di Chandle, siswa maupun siswi dapat
mengambil peran sebagai anggota, penanggung jawab divisi, sekretaris,
bendahara dan ketua. Maka di sini dapat membentuk karakter kepemimpinan
juga," katanya.


Perangi intoleransi

Kepala Dinas Pendidikan Jawa Barat, Dedi Supandi berharap setiap sekolah harus menjadi yang terdepan dalam memerangi sikap intoleransi. Jika dapat menjaga toleransi maka bukan tidak mungkin pada tahun
2045 Indonesia akan menjadi negara adidaya.

Masih soal semangat toleransi, salah satu sekolah di bawah naungan
Cadisdik Wilayah II Jawa Barat pun telah menjadi pionir dalam mewujudkan Sekolah Toleransi pertama di Indonesia, yaitu SMAN 1 Depok.

Pada April 2022 lalu, dinas pendidikan bersinergi dengan Pangdam Jaya Mayjen Untung Budiharto mengukuhkan SMAN 1 Depok menjadi Sekolah Toleransi pertama di Indonesia.

"Sekolah toleransi pertama di Indonesia ini bisa menjadi contoh lain
untuk sekolah yang ada di Jawa Barat, umumnya di Indonesia. Diharapkan
bisa diimplementasikan ke tiap sekolah di Jabar," kata Dedi.

Dedi menjelaskan di Jabar sendiri ada setidaknya 5.033 sekolah yang
ke depannya diharapkan bisa mengimplementasikan nilai-nilai toleransi
untuk masuk dalam kurikulum melalui pelajaran PPKn. Di pelajaran PPKn
sendiri khususnya untuk tingkat SMA, juga diselipkan pendidikan
antikorupsi yang digagas oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kejaksaan.

"Generasi Indonesia Emas. Yang akan menjadi penerus bangsa adalah
siswa-siswa yang saat ini sedang menjalani pendidikan, khususnya di SMA, SMK dan SLB. Karena itu, terus tumbuhkan sikap toleransi," katanya. (N-2)

BERITA TERKAIT