PENDIDIKAN Tinggi (PT) di tanah air baik negeri maupun swasta diminta untuk menyiapkan kurikulum yang sesuai dengan perkembangan zaman. Pasalnya, pemerintah ingin mencetak lebih dari 1 juta entrepreneur muda yang mapan untuk mendukung ekonomi Indonesia menjadi negara maju di 2045.
"Nah kita perlu mencetak sekitar 1 juta entrepreneur mapan baru saat ini. Kita membidik dari kalangan anak-anak muda. Karena kita perlu melakukan evolusi UMKM kita supaya kita mulai masuk ke produk-produk yang bisa punya daya saing di pasar dalam negeri maupun global," ujar Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Teten Masduki dalam Seminar Pancasila 2022 yang diselenggarakan Unika Atma Jaya Jakarta.
Dijelaskannya, untuk menjadi negara maju, Indonesia perlu menaikkan jumlah kewirausahaan. Saat ini baru 3,47% wirausaha sebagai salah satu infrastruktur pendukung.
"Minimum itu 4%, negara maju kan sudah 12-14%, Singapura 8,6%, kita 3,47%," imbuhnya.
Menurut Teten, Indonesia butuh entrepreneur baru yang berpendidikan tinggi. Hal ini sejalan dengan hasil survei baik di regional maupun domestik yang tercatat sebanyak 73% generasi muda ingin menjadi pebisnis, bukan lagi PNS atau pegawai swasta.
Lantas, hal itu menjadi momentum yang perlu direspon oleh perguruan tinggi untuk menyiapkan kurikulum di kampus. Artinya kurikulum bukan lagi sekat menciptakan sarjana atau calon pegawai pemerintah atau swasta. Mengingat, ada 3,5 juta lulusan sekolah tiap tahunnya, yang mungkin akan terserap sekitar 2 juta bila pertumbuhan ekonomi normal 5%.
"Sehingga akan banyak pengangguran karena itu penting untuk menyiapkan anak-anak muda kita menjadi Entrepreneur, termasuk inkubator bisnis. Kami sudah keliling ke berbagai kampus, bagaimana kita siapkan inkubator bisnisnya untuk menjadi entrepreneur," jelasnya.
Diakui Teten, generasi muda Indonesia mempunyai semangat yang luar biasa. Sejauh ini entrepreneur muda Indonesia sudah terlibat dalam bisnis digital, banyak unicorn di Asia yang berasal dari Indonesia.
Digitalisasi ekonomi tersebut sangat penting karena Indonesia mempunyai nilai ekonomi yang cukup besar. Diperkirakan di 2030 nilai digital ekonomi bisa sampai Rp4.500 triliun.
"Jangan sampai dikuasai oleh produk-produk dari luar, ini harus diisi oleh karya anak bangsa kita," kata dia.
Rektor Unika Atma Jaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko menyambut baik tantangan Menteri Teten untuk menciptakan lebih dari 1 juta entrepreneur muda. Hal itu sangat relevan dengan situasi saat ini ketika banyak anak muda ingin membangun usahanya sendiri.
"Apalagi dengan modal teknologi yang mereka kuasai lebih baik dari generasi sebelumnya, itu menjadi hal yang memungkinkan mereka melakukan sesuatu menghasilkan uang di satu sisi, tapi mungkin juga punya dampak sosial di sisi yang lain dengan memanfaatkan teknologi," ucapnya.
Baca juga : Puspresnas Kemendikbudristek Apresiasi Penyelenggaraan Lomba PSMN 2022 Di Untar
"Saya kira ini peluangnya besar sekali meski situasi tidak selalu mengenakkan karena kita juga punya tantangan yang lain misalnya resesi," sambung Agustinus.
Lebih lanjut, pakar ekonomi itu menyebut, situasi tahun depan memang akan sulit. Ancaman resesi bukan sekadar isu belaka, tetapi dampaknya sudah mulai terasa di berbagai negara.
Indikator resesi adalah pertumbuhan ekonomi yang cenderung rendah dan menurun. Kemudian inflasi naik, beban banyak pihak termasuk pemerintah naik seperti utang. Dan hal ini dialami hampir semua negara di seluruh dunia.
"Indonesia mengalami itu tapi tidak separah yang lain. Intinya beban hidup di tahun depan itu lebih berat ya, tetapi kita tidak seberat negara lain. Karena itu kita sebenarnya punya peluang untuk menata diri, untuk melihat peluang dan menemukan jalan keluar untuk kita bisa bangkit dari situasi yang sulit," terangnya.
Agustinus mengaskan, dalam mewujudkan ekonomi Pancasila salah satu aspeknya adalah keadilan. Sebetulnya keadilan esensinya saat ini ada pada akses dan digital teknologi membantu soal akses.
Dia mengatakan, sebetulnya teknologi bisa dimanfaatkan untuk memperluas akses yang lebih baik bagi orang-orang yang selama ini mungkin belum punya akses.
"Karena itu kalau kita mendorong orang-orang muda, pemerintah dengan regulasi juga, dengan bantuan pelaku usaha yang besar itu membagi akses ini dengan teknologi, itu sebenarnya ekonomi sudah menjalani prinsip Pancasila yaitu soal keadilan," kata dia.
Staf Khusus Presiden Angkie Yudistia menambahkan, sebagai penyandang disabilitas, kesulitan yang dirasakan adalah soal akses, baik akses ekonomi, pendidikan maupun informasi. Sebagai generasi milenial, dirinya pun memperjuangkannya dengan menghadirkan platform this able bagi para disabilitas.
"Adalah wadah untuk teman-teman disabilitas untuk mendapatkan informasi, edukasi, vokasi. Karena ketika mereka lulus dari SLB banyak banget yang tidak bisa kuliah, banyak juga mereka gak bisa kerja karena kemampuan mereka. Kami latih hard skillnya, soft skillnya, selama 11 tahun ini ada sebanyak 100 ribu orang penyandang disabilitas yang lulus," jelasnya.
Menurut Angkie para penyandang disabilitas perlu mendapat kesempatan yang sama, termasuk membangun bangsa. Penyandang disabilitas milenial sebenarnya bisa diberdayakan dengan memberi pelatihan untuk meningkatkan kompetensi mereka.
"Tadinya gak punya kemampuan akhirnya punya, gak punya kapasitas kami latih, gak punya kesempatan kerja akhirnya mereka bisa kerja di perusahaan multifacturing dan tadinya pengangguran sekarang mandiri secara ekonomi," tandasnya. (OL-7)