13 October 2022, 10:48 WIB

Soal Gagal Ginjal Misterius pada Anak, Prof Tjandra Sarankan Lakukan Hal Ini


Dinda Shabrina |

MENINGKATNYA tren kasus gagal ginjal pada ratusan anak di Indonesia cukup meresahkan masyarakat, terutama orangtua.

Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Mantan Kabalitbangkes Prof. Dr. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), MARS, DTM&H, DTCE, FISR, menyampaikan ada beberapa hal yang perlu dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

“Hal pertama yang harus dilakukan adalah perlu dianalisa secara lengkap apa yang sebenarnya terjadi, dan di RS yang melaporkan perlu dilihat aspek kliniknya secara amat lengkap (yang datanya tentu sudah ada di RS) serta aspek pencatatan kasus serupa di RS itu dari waktu ke waktu,” kata Tjandra, Kamis (13/10).

Selain itu, kata dia, perlu juga dilakukan analisa yanag lebih dalam meliputi kunjugan rumah pasien untuk melihat kemungkinan faktor penyebab dan atau mencari kasus-kasus lain di rumah atau sekitar rumah pasien.

“Jika perlu dilakukan analisa lingkungan, juga kemungkinan analisa faktor penular penyakit kalau ada,” ucap mantan Direktur WHO Asia Tenggara

Baca juga: Terkait Ratusan Anak Alami Gagal Ginjal, KPAI: Setop Peredaran Obatnya

Biasanya dalam hitungan hari akan didapat setidaknya kesimpulan awal tentang apa yang sebenarnya terjadi dan seberapa besar dampak kesehatan masyarakatnya.

Sesudah ada kesimpulan awal itu, kata Prof Tjandra, tentu harus diteruskan untuk mendapat kesimpulan lanjut menuju kesimpulan akhir, antara lain dengan pemeriksaan laboratorium dan genomik mendalam.

“Sementara itu, dicari data dari RS lain di negara kita, baik secara langsung ke RS maupun dengan melihat kompilasi data RS yang tentunya ada di Kementerian Kesehatan. Yang perlu dicari tentu adalah kecenderungan pola penyakit atau gejala sesuai yang dilaporkan pada kasus-kasus gangguan ginjal yang sekarang dilaporkan,” kata dia.

“Sambil semua berproses maka tentu semua kasus perlu mendapat penanganan maksimal, bila perlu dibentuk team ahli khusus yang menganalisa secara mendalam dan melalukan penanganan klinis sesuai dengan bukti ilmiah mutakhir. Dalam hal ini organisasi profesi IDAI tentu memegang peran utama,” tambahnya.

Bila penjelasan awal sudah didapat maka dicek, Tjandra menyampaikan apakah memang perlu atau tidak dilaporkan ke WHO.

Sebagaimana algoritma yang tercantum dalam International Health Regulation (IHR) yang tentunya akan dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan jika diperlukan.

“Kalau memang dianggap diperlukan maka keadaan ini dapat saja dipertimbangan masuk dalam DONs (Disease Outbreak News) WHO untuk kewaspadaan negara-negara lain di dunia,” tandasnya. (Dis/OL-09)

BERITA TERKAIT