PRODI Pendidikan Tari, Fakultas Bahasa dan Seni (FBS) Universitas Negeri Jakarta (UNJ) mengadakan pelatihan tari merak ulin kepada wargalokal dan turis asing di Desa Wisata Edukasi Cisaat, Ciater, Subang Jawa Barat.
Menurut Dosen Pendidikan Tari UNJ Dinny Devi Triana bahwa desa Cisaat adalah tempat potensial untuk memperkenalkan tari tradisi ke mata internasional. Kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pada 18 sampai 20 Juli 2022 lalu itu dibantu salah seorang mahasiswa Pendidikan Seni Tari UNJ, Putri Faridatun Nisa.
Untuk diketahui, tari merak ulin merupakan salah satu tari tradisional tertua di Indonesia. Tari tersebut diciptakan oleh Raden Tjetje pada 1955 di daerah Pasundan, Jawa Barat, dan saat ini sering digunakan untuk kebutuhan pengajaran tari Sunda.
Selain itu, tari merak seringkali disederhanakan gerakannya. Tari yang diajarkan kepada turis asing saat ini juga telah dimodifikasi, karena adanya perbedaan gerak, sehingga diberi nama tari merak ulin.
"Mulanya, tari tersebut diciptakan untuk menghibur para delegasi Konferensi Asia Afrika dalam acara resepsi di Bandung pada April 1955 silam. Itu artinya, tari tersebut sudah sempat diperkenalkan ke dunia internasional, dan menjadi saksi atas salah satu momen paling bersejarah di Indonesia," terang Dinny.
Dikutip dari Buku Model Pelatihan Tari Merak Ulin Untuk Turis Asing (Triana, 2022), dan sesuai dengan namanya, tari merak ini mengadopsi perilaku seekor burung merak. Tari merak ulin mengandung gerakan kibasan ekor burung merak jantan untuk menarik perhatian burung merak betina.
Perjalanan bersejarah beserta keunikannya membuat tari merak tersebut layak diperkenalkan ke dunia internasional. Hal itu menjadi dasar mengapa tari merak dipilih untuk diperkenalkan kembali kepada turis asing.
Selain untuk membuka mata dunia akan begitu kayanya budaya Indonesia, kegiatan tersebut merupakan bentuk pengabdian kepada masyarakat, mengingat kawasan tersebut sebagai wisata edukasi yang kemungkinan akan dikunjungi turis asing.
Hal ini dapat dilihat dengan kehadiran mahasiswa asing asal Perancis yang datang ke desa Cisaat. “Mahasiswa asing yang datang sebagai turis merasa senang dan bangga dengan dipakaikannya kostum tari merak ulin yang indah,” ujar Shaheen.
Menurut Dinny gerak tari merak ulin yang diajarkan merupakan gerak yang telah disederhanakan sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan dari turis asing.”
Lebih lanjut, Dinny berharap sanggar tari yang berada di desa Cisaat mempersiapkan bahan ajar untuk para pendatang yang tertarik dengan tari merak ulin, baik itu turis asing maupun domestik. Dinny yang berprofesi sebagai dosen di pendidikan tari ini juga ingin agar pihak sanggar tari menyiapkan instruktur pelatihan tari yang kompeten dalam mengembangkan tari tradisi untuk turis asing.
“Sanggar tari Surya Medal Putri Kencana yang berada di desa Cisaat sebagai desa wisata, sebaiknya menyiapkan materi untuk turis asing dan domestik,” ujarnya. Untuk itu imbuh Dinny, diperlukan pelatihan kepada instruktur dan pengelola sanggar guna mengidentifikasi materi yang sesuai dengan kebutuhan wisatawan, dan dikemas sehingga mudah dipelajari.
Kendati demikian, Dinny menilai bahwa kegiatan tersebut memiliki keterbatasan waktu, sebab dua hari hanya cukup untuk mengajarkan geraknya saja. Belum sampai pada penguasaan karakter atau wirasa. Hambatan lainnya, keterbatasan peserta pelatihan kegiatan pengabdian masyarakat pada turis asing yang datang, sehingga hanya 1 orang mahasiswa atau turis asing yang mempelajari tari merak ulin, karena yang lainnya didominasi laki-laki.(RO/H-1)