13 September 2022, 14:58 WIB

Mendesak, Regulasi Dukung Penambahan dan Distribusi Tenaga Kesehatan


mediaindonesia.com |

MEMAJUKAN pelayanan kesehatan primer menjadi tantangan tersendiri dalam pelayanan kesehatan (yankes). Pasalnya, yankes primer menjadi garda terdepan dalam memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.

Oleh sebab itu, kapasitas dokter dalam memberikan pelayanan kesehatan bukan lagi menjadi faktor pendukung, tetapi menjadi penentu kualitas pelayanan.

Menurut dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG.(K), tidak bisa dipungkiri bahwa saat ini lulusan kedokteran memiliki kualifikasi beragam, yang pada akhirnya mendilusi kualitas pelayanan kesehatan primer.

Ia pun berpendapat dibutuhkan solusi jitu dalam menjawab berbagai tantangan tersebut. Belum lagi adanya permasalahan dilematis yang kerap dialami dokter, yaitu pertimbangan antara pengabdian dan orientasi pencapaian diri. Konflik batin semacam ini menjadi tidak terhindarkan.

“Dokter yang tekun dan mau melayani masyarakat sepenuhnya sebagai seorang provider sekaligus manajer di Puskesmas tidak lebih dari 10%. Ini tantangan kita untuk memajukan layanan primer,” ungkap dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG.(K) yang juga menjabat Kepala Badan Kependudukan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Selasa (13/9).

Baca juga: 70 Tenaga Medis dan Pegawai RSMH Palembang Terpapar Covid-19

Dilema ini, menurut Hasto, harus menjadi perhatian pemerintah karena ada sebuah kegentingan dalam pemerataan pelayanan, dengan jumlah tenaga dokter yang tidak mencukupi.

Hasto mengatakan bahawa, dibutuhkan kesadaran, empati, dan idealisme pelayanan sebagai sebuah sikap nasionalisme para dokter sejak awal.

Perihal pentingnya pemenuhan kuota dokter sebagai provider kesehatan, beberapa waktu lalu Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin yang mengutip data Kemenkes 2022, menyebutkan perbandingan jumlah tenaga kesehatan termasuk spesialis dengan populasi di Indonesia adalah 0,68 per 1000 populasi.

Bandingkan dengan standar yang ditetapkan World Health Organization, yakni 1 tenaga kesehatan untuk 1.000 populasi.

Angka ketersediaan tenaga kesehatan Indonesia juga masih di bawah standar negara-negara Asia yang 1,2 per 1.000, atau bahkan negara-negara OECD atau Eropa yang jauh lebih baik di angka 3,2 per 1.000 populasi.

Beruntung, lanjut Hasto, hingga saat ini sebagian besar publik masih meyakini bahwa dokter adalah profesi yang mulia dan terhormat.

“Animo masyarakat dan para orang tua terhadap pendidikan kedokteran pun masih sangat tinggi, sehingga dorongan untuk menggeluti profesi bidang kesehatan masih sangat besar," jelas Hasto.

"Situasi ini tentu bisa menjadi momentum yang bisa dimanfaatkan pemerintah untuk mencetak lulusan dokter terbaik,” ujar mantan bupati dua periode di Kulon Progo, Jawa Tengah ini.

Harapannya, kata Hasto, pada akhirnya pemerintah tak hanya mampu memenuhi kuota dokter sebagai provider kesehatan, tapi juga memastikan kesamaan kualitas setiap dokter yang dicetak.

 “Sehingga jargon Ethos, Logos, dan Pathos bagi para pelayan kesehatan seperti yang disampaikan Aristotetes dapat diamalkan oleh semua dokter,” imbuhnya.

Pentingnya Pakta Integritas Dokter

Karakter dan etos kerja menurut pria yang memulai kariernya sebagai dokter di Puskesmas Kahala, Kutai, Kaltim ini menjadi kunci karena dengan karakter dan etos kerjalah kemampuan seorang Nakes sebagai provider bisa terkerek.

Upaya memperbesar kuantitas Nakes tanpa didampingi penguatan dari sisi etos kerja dan etika kerja, tentu masih tetap meninggalkan problem distribusi provider layanan kesehatan di daerah.

Hasto tidak mengada-ada bicara soal etos kerja pada tenaga yankes. Setidaknya, pengalamannya sebagai bupati dua periode di Kulon Progo, serta sebagai seorang dokter di pedalaman Kalimantan Timur pada tahun 90-an membuatnya mampu memetakan dan membaca persoalan distribusi tenaga kesehatan di Tanah Air.

Ia menilai masih ada titik lemah di awal pendidikan dokter, yang bisa dijadikan momentum bagi pemerintah untuk meneguhkan loyalitas mereka dalam memberikan pelayanan kesehatan.

“Bentuknya adalah mengatur alur karier dokter sejak awal proses pendidikan. Ini bisa menjadi solusi persoalan etos kerja, dedikasi hingga persoalan distribusi provider yankes," kata Hasto.

"Perlu juga dibuat sebuah regulasi yang mengatur periode para dokter bertugas di Puskesmas minimal selama tiga tahun, dengan dilengkapi penandatanganan pakta integritas para dokter,” ujarnya.

Periode minimal tiga tahun di Puskesmas ini dianggap Hasto bisa membentuk karakter para dokter yang bertanggung jawab sekaligus memiliki empati tinggi terhadap masyarakat, dan menumbuhkan sikap melayani dari dalam. (RO/OL-09)

BERITA TERKAIT