BADAN Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berupaya untuk melakukan otomasi proses bisnis dan efisiensi operasional. Sehingga, biaya operasional yang dikeluarkan efektif untuk memberikan layanan terbaik bagi peserta.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyebut jumlah kepersertaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) semakin hari semakin meningkat. Saat ini, berdasarkan data yang diakses dari laman BPJS Kesehatan, lebih dari 243 ribu peserta program JKN.
"Peningkatan ini tentu akan berbanding lurus dengan peingkatan kebutuhan biaya operasional," kata Ghufron dalam keterangannya, Kamis (8/9).
Baca juga: Regulasi Tidak Siap, Penerapan Kelas Standar BPJS Kesehatan Rawan Digugat
Dengan meningkatnya jumlah peserta, kebutuhan biaya untuk pengelolaan layanan administrasi kepesertaan, pengumpulan iuran, pemberian layanan kesehatan hingga edukasi dan sosialisasi, membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
"Jika BPJS Kesehatan tidak melakukan otomasi proses bisnis maupun simplifikasi layanan, tentu akan membutuhkan sumber dana yang lebih besar," imbuhnya.
Mengacu laporan ISSA 2018-2021, persentase rata-rata biaya operasional terhadap pendapatan iuran sebesar 4,5%. Sementara, data 21 negara yang tergabung dalam OECD, menunjukkan kisaran jumlah biaya operasional jaminan kesehatan pada 2017-2019.
Baca juga: Iuran BPJS Kesehatan akan Disesuaikan dengan Besaran Gaji
Rinciannya, 12 negara memiliki biaya operasional 4,8% dari total iuran. Sementara itu, di 9 negara lainnya biaya administrasi lebih dari 10% dari total iuran. "BPJS mendapatkan alokasi biaya operasional sebesar 6,25% dari iuran sementara. Pada alokasi biaya operasional 2022, sebesar 2,81% dari pendapatan iuran," jelas Ghufron.
Dalam rencana strtegi 2021-2026, selain otomasi proses bisnis melalui teknolgi, BPJS Kesehatan juga akan memperkuat digitalisasi laanan operasinal seperti verifikasi klaim digital. Lalu, pendaftaran peserta secara online, serta integrasi sistem data dan informasi dengan pemangku kepentingan.(OL-11)