14 August 2022, 09:35 WIB

Penggantian Kurikulum Terus Menerus Sebabkan Pendidikan Indonesia Mandek 20 Tahun Terakhir


M. Iqbal Al Machmudi |

PERIHAL kurikulum dinilai sangat krusial dalam sistim pendidikan. Namun pergantian kurikulum di sistim pendidikan nasional yang dilakukan terus menerus tanpa arah menyebabkan kualitas pendidikan justru melorot.

Hal itu dikemukakan oleh pengamat pendidikan sekaligus Direktur Pendidikan Vox Populi Instiute Indonesia Indra Charismiadji, Minggu (14/8). Dia  menilai pendidikan di Indonesia masih melakukan hal yang sama terhadap kurikulum nasional tanpa ada inovasi dan pembaruan di setiap sistem pembelajaran.

Sehingga, menurut Indra, wajar bila Programme for International Student Asessment (PISA) dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) menilai sistem pendidikan Indonesia tidak ada kemajuan selama 20 tahun terakhir. "Karena kita selalu melakukan hal yang sama dan berulang-ulang dan itu pasti ada kajiannya dari Centre Education Economic lembaga kajian di Inggris yang menunjukkan kalau Indonesia itu program pendidikannya disebutnya Business As Usual With More Money," katanya.

Artinya, program yang disediakan kepada peserta didik itu-itu saja tapi hanya berganti nama, sehingga tidak ada peningkatan mutu pendidikan secara menyeluruh Dicontohkan bahwa setiap pergantian menteri pendidikan maka kurikulum juga ikut berubah kemudian adanya sekolah penggerak padahal sebelumnya dinamakan sekolah rujukan, menteri sebelumnya lagi ada program rintisan sekolah bertaraf internasional, dan ada juga sekolah inti.

"Ini kan sama saja, kata Einstein kalau kita melakukan hal yang sama berulang-ulang tapi mengharapkan hasil yang berbeda namanya gila. Kita mau meningkatkan kualitas pendidikan kita tapi kita yang lakukan hal yang sama berulang-ulang. Maka harus diubah, tidak bisa tiap ganti menteri ganti kurikulum," imbuhnya.

Indra menilai tidak ada dampak signifikan dalam pergantian kurikulum. Dalam score ponit dari PISA per tahunnya setiap pergantian kurikulum pada tiap mata pelajaran ada kenaikan sedikit namun turun kembali. Seperti socre point matematika pada tahun 2015 terjadi kenaikan dari 375 ke 386 kemudian ada pergantian kurikulum di 2018 turun lagi menjadi 379.

"Anehnya hal ini diulang-ulang terus. Dalam rekomendasi OECD tidak ada satu pun yang menyebutkan untuk membenahi literasi, numerasi, sainsnya anak Indonesia perlu ganti kurikulum, tidak ada hal itu," pungkasnya.(H-1)

BERITA TERKAIT