BENDA-BENDA mengandung bahan berbahaya dan beracun (B3) bukan hanya ditemui di industri saja, tapi juga banyak ditemui di kehidupan sehari-hari dan banyak bersinggungan dengan masyarakat. Karenanya, pemerintah berupaya untuk melakukan penanganan sampah B3 dimulai dari rumah.
"Peraturan pemerintah soal sampah spesifik sudah ada di Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2020 tentang Pengelolaan Sampah Spesifik. Peraturan ini cenderung baru dan saat ini sistemnya sedang kami bangun," kata Direktur Pengelolaan Sampah, Limbah dan B3 Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Rosa Vivien Ratnawati dalam Talk Show bertajuk Bahan Bahaya dan Beracun dalam Kehidupan Kita yang diselenggarakan KLHK, Selasa (26/7).
Pasalnya, sampai saat ini sistem yang dimiliki KLHK belum mencakup pengelolaan sampah spesifik di daerah. Vivien mengungkapkan, hal utama yang dilakukan ialah dengan melakukan sosialisasi kepada pemerintah dan masyarakat terkait dengan B3.
Dalam hal ini, ia meminta pemerintah daerah memahami secara benar mengenai limbah B3 yang sudah semestinya dikelola secara khusus, terpisah dengan jenis sampah lainnya.
"Sampah spesifik itu tidak bisa dibuang ke TPA. Kalau ada bank sampah, pemda juga harus membantu memfasilitasi bahwa yang mengandung B3 harus dibawa ke pengelola limbah B3," tambah Vivien.
Selain itu, dari sisi hulu, pemerintah juga telah mengeluarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 75 tahun 2019 tentang Peta Jalan Pengurangan Sampah oleh Produsen. Dalam aturan itu, dikatakan Vivien, produsen harus bertanggung jawab atas produk yang telah dikeluarkannya. Apabila sampah itu mengandung B3, maka produsen harus mengumpulkan dan mengelolanya kembali.
Karena sebagian besar senyawa B3 datang dari luar negeri, maka KLHK juga melakukan pengawasan secara ketat terkait dengan senyawa B3 yang diimpor dan memastikan bahwa senyawa itu digunakan sesuai dengan kepentingannya dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan.
"Di sini juga perlu peran-peran pemangku kebijakan, dalam melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup atau jika akan mengeluarkan amdal untuk pabrik tolong dikontrol. Bagaimana kemudian mereka menyimpan bahan bakunya," beber dia.
Vivien mengakui, sosialisasi mengenai pengelolaan sampah dan limbah B3 masih menemui berbagai tantangan. Pasalnya, belum semua pemerintah daerah dan masyarakat memahami akan bahaya yang ditimbulkan sampah dan limbah B3.
"Tapi kita terus lakukan sosialisasi kepada pemda. Misalnya untuk kalangan menengah ke bawah, kita dayagunakan pemda untuk melakukan itu. Dan organisasi juga dilibatkan untuk melakukan sosialisasi ke masyarakat yang ada di daerah tersebut. Seperti misalnya organisasi keagamaan Muhammadiyah, NU, atau gereja. Karena kita tahu masyarakat Indonesia ini kan religius. Jika tokoh agama yang bicara, mereka tentu akan patuh," ungkap dia. (H-2)