30 June 2022, 11:22 WIB

G20 Bahas Ancaman Antibiotika dan Antivirus Tak Mempan Atasi Infeksi


M. Iqbal Al Machmudi |

DIREKTUR Pasca Sarjana Universitas YARSI Prof Tjandra Yoga Aditama mengatakan resistensi terhadap antimikroba merupakan masalah besar dunia saat ini, bahkan disebutkan sebagai silent epidemic.

"Kalau tidak ada upaya memadai maka dunia dapat saja masuk ke era di mana antimikroba termasuk antibiotika, anti jamur, anti virus, anti parasit dan lainnya menjadi tidak mempan lagi untuk mengobati infeksi di dunia, di negara G20 dan di Indonesia tentunya," kata Prof Tjandra dalam keterangannya, Kamis (30/6).

Jika sampai terjadi maka akan berdampak sangat besar bagi kesehatan manusia karena penyakit menular akan makin merajalela tanpa terkendali karena tidak bisa disembuhkan.

Prof Tjandra menceritakan pada 29 Juni 2022, dirinya mengikuti G20 AMR Pre-event Meeting yang mengambil topik tentang peran surveilans sebagai dasar utama pencegahan dan pengendalian AMR (antimicrobial resistance).

Pertemuan tersebut merupakan persiapan dari acara puncak berupa G20 AMR Side Event Meeting yang akan diselenggarakan pada 24 Agustus 2022 di Bali.

Baca juga: Pemerintah Ajak Sukseskan Bulan Imunisasi Anak Indonesia (BIAN) 2022

Pertemuan G20 AMR Pre-event Meeting 29 Juni ini terbagi dalam dua sesi. Pertama adalah bagaimana berbagai sektor secara spesifik melakukan surveilans AMR, AMU (antimicrobial usage) dan AMC (antimicrobial resistance control), dan bagaimana kemungkinan mengintegrasikannya.

Dengan narasumber mewakili kegiatan surveilans pada manusia dan juga di rumah sakit, surveilan pada hewan, pada perikanan dan pada lingkungan.

Di akhir sesi dibahas tentang kemungkinan target apa yang dapat dijadikan surveilans bersama, baik dalam bentuk patogen yang spesifik, fenotipe resisten, petanda molekuler dan atau grup antimikrobial tertentu.

Pada sesi ke dua di bahas tentang bagaimana mengintegrasikan surveilan dalam cakupan One Health dalam bentuk AMR, AMU dan AMC.

Pada sesi ke dua ini disampaikan pengalaman yang sudah dilakukan selama ini dalam bentuk Tricycle project dan Regional networks ReLAVRA di Amerika Serikat dan inisiatis baru di Asia dalam bentuk ASIARSNET.

Kemudian dibahas tentang faktor apa saja yang perlu diperkuat dalam surveilan ini, baik dalam bentuk kapasitas diagnostik, epidemiologi dan juga IT. Juga bagaimana metode bersama, mengintegrasikan pengumpulan data serta analisa dan pelaporannya. Kemudian dibahas secara spesifik bagaimana G20 dapat mendukung sisiten surveilan AMR dan jejaringnya.

"Semoga dunia, negara G20 dan kita di Indonesia dapat melakukan kegiatan pengendalian AMR dengan tepat, dan menjadi salah satu prioritas program kesehatan masyarakat kita," pungkasnya. (Iam).

BERITA TERKAIT