DALAM peringatan Hari Keluarga Nasional (Hargabas) 2022, Koalisi Nasional Perlindungan Keluarga (KNPK) Indonesia mengusung tema “Membangkitkan Kemuliaan Manusia”.
Kemuliaan manusia dipandang penting untuk diangkat karena kemuliaaan adalah hak asasi manusia yang paling berharga yang merupakan anugrah Tuhan Yang Maha Esa, tidak boleh dilanggar dan akan menurunkan derajat kemanusiaan.
Dua Puluh Dua Prinsip Kemuliaan Manusia telah dideklarasikan di Yogyakarta pada tahun 2016 oleh para psikolog muslim sedunia dan praktisi ketahanan keluarga yang dikenal dengan YDHD (Yogyakarta Declaration on Human Dignity) termasuk di dalamnya hak keluarga berketahanan.
Baca juga: Keluarga Berperan Penting Cegah Anak Gunakan Narkoba
Dalam sambutan pada Harganas 2022, Ketua KNPK, Prof.Dr.Ir.Euis Sunarti, MSi mengatakan pembangunan keluarga berketahanan dan perlindungan kepada keluarga Indonesia, harus dimulai dengan melakukan gerakan kemuliaan manusia yang akan menyelamatkan generasi dari krisis moral.
Prof Euis menegaskan juga tentang identitas keluarga Indonesia yang religius, hirarkis dan harmonis yang mesti dilestarikan agar terbangun ketahanan keluarga.
Direktur Keluarga, Perempuan, Anak, Pemuda dan Olahraga Bappennas (Badan Perencanaan Pembangunan Nasional) Woro Srihastuti Sulistyaningrum, ST, MIDS menyampaikan paparannya tentang hak berkeluarga dalam kebijakan pembangunan manusia yang berkelanjutan.
“Salah satu agenda pembangunan adalah meningkatkan sumber daya manusia yang berkualitas dan berdaya saing,” kata Woro.
“Oleh karena itu keluarga sebagai pencetak generasi berkualitas mempunyai posisi strategis dalam pembangunan,” ucapnya.
“Upaya pemerinta dalam mewujudkan keluarga yang berkualitas adalah meningkatkan kualitsa anak, lansia, pemberdayaan keluarga rentan, peningkatan kualitas lingkungan, menghapus kemiskinan dan menanamkan nilai-nilai kehidupan,” papar Woro.
Sementara Prof. Dr. Didin Damanhuri, MS, DEA membahas tentang demokrasi dan pembangunan berbasis nilai dan tatanan keluarga Indonesia.
Beliau menyampaiakn bahwa paradigma demokrasi dan pembangunan yang berbasis “Masyarakat Barat” (Etnocentrism) tidak selalu menguntungkan untuk pencapaian memakmurkan rakyat.
“Bahkan menghancurkan nilai dan tatanan keluarga Indonesia yang agamis, kekeluargaan dan demokrasi berdasarkan musyawarah (consensus),” jelas Prof.Didin.
“Bagaimana solusinya ? Merekonstruksi kembali demokrasi dan pembangunan berdasarkan nilai-nilai dan tatanan local (tradisi positif dan agama) sesuai konstitusi UUD 45,” katanya.
“Yaitu berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (psl.29), Pembangunan berbasis “Azas Kekeluargaan” (psl.33 ayat 1), Demokrasi berasaskan “Hikmah Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan” (sila ke Pancasila),” jelas Prof.Didin.
Pembicara dari Dompet Dhuafa, Imam Al Faruq, SEI, ME menyampaikan praktek baik lembaga kemanusiaan dalam pembangunan keluarga.
“Pembangunan keluarga di antaranya adalah pemberdayaan keluarga di bidang peternakan, pertanian, perikanan dan micro finance,” katanya. (RO/OL-09)