KOTA Bandung termasuk kota yang memiliki pertumbuhan penduduk yang tinggi di Indonesia. Pertumbuhan penduduk di Kota Bandung sangat memengaruhi pertumbuhan permukiman. Angka pertumbuhan penduduk 1,59% per tahun diprediksi kepadatan penduduk pada 2025 akan mencapai 300 jiwa/hektare.
Pertumbuhan itu berbanding terbalik dengan sektor pertanian. Justru, pertumbuhan Kota Bandung yang sangat pesat berdampak pada alih fungsi lahan pertanian menjadi daerah permukiman, gedung perkantoran, sentra perdagangan dan pusat-pusat aktivitas masyarakat lainnya. Akibatnya, lahan untuk bercocok tanam semakin sempit.
Kondisi itu memberikan dampak yang kurang baik terhadap ketersediaan pangan lokal. Ini menjadikan Kota Bandung memiliki ketergantungan tinggi terhadap pasokan hasil-hasil pertanian dari luar daerah.
Kondisi pandemi covid-19 juga ikut berdampak pada ketahanan pangan masyarakat dan mengganggu upaya pemerintah untuk menangani stunting secara nasional. Oleh karena itu, ketahanan pangan menjadi perhatian utama para pemegang kebijakan di berbagai daerah, termasuk Pemerintah Kota Bandung.
Salah satu pemberdayaan masyarakat yang diusung oleh Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan (Dispangtan) Kota Bandung ialah dengan menerapkan konsep pertanian urban farming atau pertaniaan di perkotaan. Konsep ini sekaligus bentuk pemanfaatan lahan kosong.
Pada 2020, Pemerintah Kota Bandung meresmikan program urban farming terintegrasi yang dinamakan, Buruan SAE (sehat, alami, dan ekonomis). Dalam bahasa Sunda, buruan berarti ‘pekarangan atau halaman rumah’, sementara sae berarti ‘bagus atau baik’.
Melalui Buruan SAE yang merupakan inovasi dari Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung, urban farming (pertanian kota) dibuat lebih integratif. Jika aktivitas urban farming sebelumnya hanya terfokus pada berkebun sayuran, melalui Buruan SAE aktivitasnya meluas dengan mengembangkan tanaman obat keluarga (toga), ternak, ikan, buah-buahan, olahan hasil, pembibitan dan pengolahan sampah (composting).
Baru-baru ini Buruan SAE menjadi bagian penting dari inovasi Kota Bandung dalam tiga ajang. Pertama ajang The Bloomberg Philanthropies 2021 Global Mayors Challenge; kedua dalam ajang Pemantauan, Evaluasi dan Pengendalian Pembangunan Daerah, yakni Kota Bandung masuk ke tahap penilaian 10 besar nominator untuk skala nasional, dan ketiga dalam ajang Adi Bakti Tani 2021.
Uban Farming Binaan ITB
Pusat Pemberdayaan Perdesaan ITB (P2D ITB) yang merupakan salah satu pusat yang berada di bawah Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM ITB) berkeinginan untuk turut menyukseskan program tersebut dengan membentuk wilayah binaan urban farming terintegrasi (Buruan SAE) melalui kegiatan pengabdian masyarakat.
Lokasi yang dipilih untuk menjadi proyek percontohan program Buruan SAE ialah RW 14 dan RW 16, Kelurahan Taman Sari, Kecamatan Bandung Wetan, Kota Bandung. Lokasi ini dipilih karena Kelurahan Taman Sari termasuk wilayah yang memiliki kepadatan penduduk yang sangat tinggi (merupakan kelurahan terpadat di antara 3 kelurahan di Kecamatan Bandung Wetan).
Kegiatan pengabdian masyarakat ini diketuai oleh Dr Alfi Rumidatul dosen SITH ITB dengan anggota Dewi Larasati, Ph.D dosen SAPPK ITB dan Yani Suryani, M.Hum dosen FSRD ITB. Dalam melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat ini, tim dosen ITB bekerja sama dengan Salimah Jabar yang diketuai oleh Wiwi Hartanti, M.Pd serta Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung.
Adapun tujuan dari kegiatan pengabdian masyarakat dengan membentuk proyek percontohan Buruan SAE ini ialah untuk memenuhi kebutuhan pangan warga, mendukung program ketahanan pangan, memberdayakan lahan yang tidak terpakai, pemberdayaan masyarakat, pemanfaatan lahan terbatas di permukiman padat serta mengurangi sampah rumah tangga menjadi kompos.
Sementara itu, target dari kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah sebagai edukasi pertanian modern untuk wilayah kota (urban farming) tidak terpaku pada hidroponik saja, melainkan urban farming juga bisa diterapkan dengan aneka teknik pertanian lain.
Dalam proyek percontohan ini teknik pertanian yang diterapkan ialah hidroponik, tabulampot, akuaponik, taman burung, dan rumah marmot. Jenis tanaman yang dibudidayakan ialah sebagian besar sayuran seperti salada, kangkung, bayam, pagoda, terong, timun, labu siam serta buah-buahan, seperti buah jeruk, mangga, dan melon.
Selain tanaman hidroponik, proyek percontohan Buruan Sae ini juga memelihara ikan nila merah, mas, dan lele. Dampak atau hasil kegiatan pengabdian masyarakat ini diharapkan warga termotivasi untuk mengusahakan aneka tanaman pangan dan peternakan di lingkungan sekitarnya sehingga meningkatkan kemandirian pangan dan dapat memberikan manfaat bagi lingkungan tempat tinggal.
Kegiatan pengabdian masyarakat ini dapat dijadikan sarana untuk meningkatkan pembinaan dan dapat dijadikan model percontohan bagi daerah lain. Upaya pengembangan pelaksanaannya harus dilakukan secara terus-menerus, melalui kerja sama yang saling menguntungkan antara akademisi, masyarakat dan pemerintah Kota Bandung. Dengan adanya kampus ITB yang berada di wilayah Kota Bandung, hal ini juga menunjukkan kepedulian ITB terhadap program urban farming terintegrasi (Buruan SAE) yang digalakkan oleh Dinas Pangan dan Pertanian (Dispangtan) Kota Bandung. (M-1)