MULTIPLE myeloma (MM) merupakan salah satu jenis kanker darah. Kondisi ini terjadi saat sel-sel plasma yang tidak normal (abnormal) tumbuh dan berkembang secara berlebihan, serta menggangu sel-sel yang sehat di sekitarnya
Prof Dr Siprianus Ugroseno Yudho Bintoro dr SpPD-KHOM FINASIM mengungkapkan bahwa penyakit MM adalah keganasan darah yang berasal dari sel plasma (sel darah putih) yang ditandai dengan proliferasi klonal sel plasma ganas di sumsum tulang.
"Dampak dari penyakit ini adalah gagal ginjal, hiper viskositas, dan hiperkalsemia. Kejadian MM didapatkan sekitar 10% dari semua kejadian keganasan darah," ujarnya dalam orasi ilmiah pengukuhan guru besar Universitas Airlangga (Unair), Rabu (16/2).
Menurutnya, faktor-faktor seperti genetik, jenis kelamin, ras, lingkungan pekerjaan, dan kesehatan tubuh dapat berperan untuk meningkatkan risiko seseorang terjangkit MM. Manifestasi gejala dari MM bervariasi, dari yang asimtomatik (tak bergejala) hingga gejala berat CRAB (hyperCalcemia, Renal failure, anemia, dan lytic Bone lesion).
Baca juga: Batasi Penggunaa Waktu Personal Listening Device pada Remaja
Saat ini, kata Siprianus, prinsip-prinsip pengobatan MM adalah berupa terapi suportif, simptomatis, dan terapi etiopatogenesis seperti kemoterapi, imunoterapi, dan transplantasi sumsum tulang. Dan transplantasi tersebut merupakan titik fokus penelitiannya yang berjudul Peranan Transplantasi Sel Punca Darah (Peripheral Blood Stem Cell Transplantation) Secara Autologous.
Dia menjelaskan bahwa pengambilan sel punca darah diambil dari sumsum. Mengingat bahwa transplantasi sel punca ini secara autologus atau menggunakan sel punca pasien sendiri. "Sel punca yang diambil adalah dari pasien itu sendiri," kata dia.
Siprianus memaparkan bahwa model terapi ini sudah dipraktikkan dalam dunia medis sejak tahun 1980-an untuk meningkatkan harapan hidup pasien. Namun praktiknya di Indonesia masih jarang dan dapat terbilang sangat baru.
“Terapi transplantasi sel punca autologus merupakan terapi pilihan pertama untuk pasien MM yang eligible untuk transplantasi," jelasnya.
Terapi sel punca secara autologus disebutnya lebih komplit dan efisien bagi pasien. Dibandingkan dengan terapi lain, sel punca pasien sendiri dapat meningkatkan harapan hidup.
"Ia (sel punca) menghasilkan respon terapi remisi komplit yang lebih tinggi dan event-free survival (EFS) yang lebih lama dibandingkan kemoterapi konvensional, dan pada beberapa penelitian meningkatkan overall survival (OS),” tutupnya. (H-3)