MASYARAKAT di Dusun Keditan dan Gejayan hingga saat ini masih mempertahankan budaya agraris. Segala kehidupan, masyarakatnya ditopang oleh hasil pertanian atau peternakan. Ritual Sungkem Tlompak merupakan bentuk rasa syukur kepada leluhur atas hasil pertanian selama setahun yang cukup baik dan berdoa agar dusun mereka terus mendapatkan keberlimpahan hasil pertanian dan peternakan.
Pada umumnya, gaya hidup masyarakat di sana mengacu pada konsep keseimbangan antara jagat cilik (mikrokosmos) dan jagat gede (makrokosmos). Secara sadar, warga meyakini perlunya suatu laku ritual kolektif agar desa mereka terhindar dari bencana alam. Mereka berusaha menyinergikan antara kekuatan alam dan kekuatan manusia agar bisa hidup berdampingan.
Tradisi tersebut telah menjadi sarana pendidikan lingkungan dan ekologi yang riil dilakukan masyarakat sebagai local genius. Mata air Tlompak selama ini dipercaya warga sekitar dapat mendatangkan berkah dari kesembuhan hingga panen melimpah. Masyarakat pun merawat sumber air, tidak menebangi pohon agar lingkungan di sekitar tetap lestari.
Mereka percaya bahwa manusia mempunyai kewajiban moral untuk menghargai alam semesta dengan segala isinya karena manusia merupakan bagian dari alam dan karena alam mempunyai nilai pada dirinya sendiri. Karena itu, ada sejumlah larangan yang harus dipatuhi seluruh masyarakat di sekitar Tlompak yang lokasinya dihimpit tebing tinggi, semak belukar, dan pohon rindang.
Larangan-larangan seperti tak boleh menebang pohon tanpa izin, menangkap hewan, dan membuang sampah sembarangan di sekitar sumber air Tlompak merupakan wujud tindakan menerapkan suatu etika lingkungan. Itu juga pedoman tentang memperlakukan lingkungan tempat mereka hidup dengan sebaik mungkin.
Sebenarnya, apabila kita perhatikan larangan-larangan tersebut, dapat dikatakan bahwa ritual Sungkem Tlompak tidak hanya untuk meneruskan tradisi yang terkait seni-budaya, tetapi juga soal pelestarian lingkungan. Dengan menjaga sumber air Tlompak, masayarakat otomatis akan menjaga lingkungan.
Harapan kami, ritual tersebut, meski sudah dikemas secara lebih menarik, tidak meninggalkan unsur lokalitas yang unik yang dimiliki masyarakat. Meskipun sesepuh desa ada yang sudah meninggal, hendaknya tradisi tersebut terus tetap ada diwariskan ke generasi berikutnya sebab dengan menjaga Tlompak, otomatis akan menjaga alam. (*/Hym/X-6)