PENYELENGGARAAN model pembelajaran hibrid di perguruan tinggi akibat pandemi covid-19 saat ini harus dipastikan terjamin mutunya seperti halnya pada pembelajaran tatap muka. Diakui ada sejumlah tantangan yang dihadapi dapat mengukur mutu pembelajaran hibrid.
Menurut Pelaksana Tugas Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Diktiristek Kiki Yulianti, tantangan pertama yang harus dihadapi setiap perguruan tinggi yakni memastikan partisipasi mahasiswa dalam proses perkuliahan. “Kalau kita kuliah tatap muka biasa, kita bisa memperhatikan bahasa tubuh mahasiswa dan dapat menggiring kelas untuk fokus. Sementara ketika menggelar sinkronous, kita harus memastikan pembelajaran berlangsung maksimal,” ujar Kiki dalam keterangannya, Sabtu (5/2).
Tantangan selanjutnya adalah ketidaksiapan konten untuk dikirim secara daring. Kiki menuturkan, salah satu persoalan yang terjadi terletak pada hak kekayaan intelektual. Masih banyak dosen yang belum saksama memperhatikan konten yang diberikan berkaitan dengan hak kekayaan intelektual orang lain.
Karena itu, dosen didorong tidak hanya mengkreasikan konten yang baik, tetapi juga memperhatikan berbagai konten milik orang lain yang diambil. Mengenai konten, dosen juga didorong mengembangkan bahan ajarnya secara kreatif dan inovatif. "Model pembelajaran hibrid harus tetap dipastikan dapat mencapai kolaboratif dan partisipasi aktif mahasiswa," tegasnya.
Tantangan selanjutnya adalah kurangnya titik akses teknologi modern. Dalam hal ini, imbuhnya, dosen acapkali sulit memastikan kapan mahasiswa dapat mengakses suatu layanan daring. “Kita harus punya tools yang bisa memperkirakan itu sehingga jaringan kita bisa lebih siap,” imbuhnya.
Ditjen Diktiristek sendiri tengah menyusun Standar Nasional Pendidikan Tinggi (SN Dikti) terbaru. Pada standar terbaru dinyatakan bahwa pembelajaran di perguruan tinggi dilakukan dalam tiga model, yaitu jarak jauh, tatap muka, dan blended (bauran).
Untuk itu, Ditjen Diktiristek melalui SN Dikti terbaru akan meminta setiap perguruan tinggi menyiapkan akses memadai bagi pembelajaran sepanjang waktu, baik bagi dosen dan mahasiswa di manapun mereka berada.
“Perguruan tinggi harus menjamin akses pembelajaran, baik dosen dan mahasiswa dari manapun mereka berada bisa dilakukan sepanjang waktu. Artinya jika ada perpustakaan yang masih belum mengizinkan akses dari luar kampus, mestinya kita harus atur sedemikian rupa,” paparnya.(H-1)