MEREBAKNYA pandemi covid-19 sejak awal 2020 membuat segala bentuk aktivitas, termasuk di sektor pangan, menjadi terhambat. Krisis kesehatan itu memengaruhi kemampuan ekonomi masyarakat di Tanah Air dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Demi mencegah penyebaran virus, masyarakat terpaksa membatasi aktivitas. Alhasil, upah atau pendapatan mereka pun menjadi tidak stabil dan berkurang. Untuk itu, tim peneliti Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) mencoba membantu lewat program mitigasi dan penanganan covid-19.
Dalam rangka merespons aktivitas new normal di masa pandemi dengan berbekal pengalaman riset di bidang pangan, khususnya tanaman hortikultura, saya berinisiatif melaksanakan kegiatan mitigasi penanganan pandemi covid-19. Kami melihat bahwa pekarangan rumah warga bisa menjadi tonggak program ketahanan pangan mereka.
Kami pun mendorong masyarakat untuk memanfaatkan lahan sempit (pekarangan rumah) untuk budi daya tanaman pangan yang dikombinasikan dengan budi daya ikan lele. Penerapannya tentu tidak sulit, baik di daerah urban (perkotaan) maupun rural (pedesaan), karena setiap keluarga tentu memiliki lahan meskipun berukuran kecil.
Program itu dilakukan dengan konsep yang terintegrasi dengan pengolahan sampah rumah tangga, pembuataan pakan ikan lele, dan produksi pupuk organik cair yang saling berkesinambungan. Untuk daerah urban, semua kegiatan tersebut hanya membutuhkan lahan sekitar 4-5 meter.
Mengapa ikan lele yang dipilih? Perawatan dan penanganan ikan itu lebih mudah, seperti pemenuhan jenis pakannya serta tidak membutuhkan kadar oksigen yang tinggi dalam pemeliharaan. Dengan pertimbangan tersebut, ikan lele layak dijadikan salah satu model uji coba konsep pemanfaatan lahan pekarangan sempit yang terpadu.
Kebutuhan pakan lele juga dipenuhi dengan larva serangga sebagai salah satu residu pengolahan sampah rumah tangga menjadi pupuk cair organik. Kriteria sampah rumah tangga yang diolah ialah sampah organik yang dapat difermentasi. Karena itu, dilakukan pemisahan antara sampah organik dan anorganik di rumah-rumah masyarakat yang terlibat.
Sementara itu, di kawasan rural, program mitigasi penanganan pandemi covid-19 difokuskan pada upaya diversifikasi dalam rangka ketahanan pangan. Hal itu dilakukan melalui budi daya sayuran yang umum dikonsumsi masyarakat serta mudah tumbuh, yaitu sawi dan kangkung.
Saya juga memilih membudidayakan varietas labu susu Citra Labu Gama (Citra LaGa) di kawasan rural. Labu itu berpotensi untuk
didiversifikasikan menjadi beberapa produk kebutuhan pokok seperti tepung dan mie. Citra LaGa juga merupakan produk hasil penelitian Universitas Gadjah Mada (UGM) yang turut diimplementasikan di masyarakat melalui program ini.
Melibatkan masyarakat
Diinisiasi sejak April-Mei 2020, program ini melibatkan kelompok masyarakat di sekitar Yogyakarta. Hal itu meliputi stabilitas pemenuh an pangan keluarga di kawasan urban (Pedukuhan Gejayan, Desa Condongcatur) dengan menggandeng organisasi kemasyarakatan Kelompok Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan di daerah rural (Desa Madurejo) melibatkan Kelompok Tani Tunas Jaya Pedukuhan Mutihan.
Pedukuhan Gejayan dipilih karena lokasinya dekat dengan kampus UGM dengan tingkat kepadatan penduduk yang tinggi serta didominasi masyarakat nonpetani. Secara khusus, Pedukuhan itu juga merupakan kawasan yang pernah menjadi mitra Fakultas Biologi UGM dalam pengembangan Kelengkeng Super Sleman (KSS) sejak 2015.
Sementara itu, Madurejo merupakan salah satu desa binaan Fakultas Biologi UGM. Tiga tahun lalu, desa itu telah melakukan diversifikasi pangan lewat produk labu susu.
Secara resmi, program mulai dilaksanakan pada 5 Agustus 2021 dengan melewati sejumlah tahapan, dari sosialisasi, penyuluhan program kepada masyarakat, pelatihan, hingga pendampingan. Kegiatan monitoring dan pendampingan dilakukan selama pelaksanaan program.
Ketika kunjungan berkala ke lokasi kegiatan, kami berdiskusi dengan masyarakat terkait pengalaman yang mereka peroleh selama implementasi kegiatan sekaligus menentukan langkah pelaksanaan program. Pelatihan bertujuan meningkatkan dan menambah skill terkait. Pendampingan bertujuan untuk keberlanjutan program dan evaluasi pelaksanaan.
Untuk mencegah risiko penyebaran covid-19, semua kegiatan, termasuk pelatihan, dilakukan secara hati-hati dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Pendampingan dan monitoring masih dilakukan hingga saat ini, terhitung sudah berjalan setahun sejak program dilaksanakan.
Produktif dan tangguh
Program ketahanan pangan untuk mitigasi bencana covid-19 tersebut berhasil mencapai tujuan yang ditandai dengan pemanenan produk, di antaranya labu Citra LaGa, buah kelengkeng, sayur kangkung, dan lele. Sejak awal, proses hingga masa panen butuh waktu sekitar 3-4 bulan.
Program yang menghabiskan biaya berkisar Rp75 juta itu membuktikan bahwa di tengah pandemi covid-19, masyarakat tetap bisa produktif dan tangguh dalam memastikan asupan pangan mereka tetap terjaga. Saat ini kegiatan pemanfaatan lahan sempit telah berkembang ke produksi pupuk organik cair (POC) yang intensif.
Proses promosi dan pemasaran telah berjalan secara digital melalui pembuatan toko daring di marketplace. Keuntungan yang diperoleh cukup menjanjikan, khususnya dari panen lele, begitupun produksi POC yang dilakukan secara masif.
Tak dapat dimungkiri bahwa keberlangsungan program ini ke depannya bakal menghadapi sejumlah tantangan. Perubahan lingkungan dengan semakin banyaknya pembangunan dan alih fungsi lahan kian mempersulit posisi program. Selain itu, dengan adanya perubahan pola hidup masyarakat akibat meredanya covid-19 bisa saja mengubah konsistensi program ke depannya.
Saya berharap masyarakat dapat merasakan kebermanfaatan program ini, baik secara langsung dari segi daya tahan ekonomi dan produktivitas maupun secara tidak langsung di sisi kualitas hidup dan spiritual. Program ini juga diarahkan untuk menstimulasi proses adaptasi kebiasaan baru (new normal) bagi masyarakat dalam mengupayakan ketahan pangan di masa pandemi. (*/Hym/X-6)