BERAWAL dari obrolan sederhana tentang madu di Laboratorium Palinologi, Program Studi Teknik Geologi, Institut Teknologi Bandung (ITB), saya bersama beberapa mahasiswa pascasarjana di Program Studi Teknik Geologi: Nadila Novandaru (mahasiswa program doktor), serta Zulfiah dan Wildan Nur Hamzah (keduanya ialah mahasiswa program magister) memiki ide untuk menerapkan salah satu metode analisis palinologi untuk berkontribusi dalam peningkatan daya saing madu lokal, khususnya di daerah Bandung dan sekitarnya. Dari situlah dilakukan sebuah kegiatan yang didanai oleh LPPM ITB melalui skema pengabdian masyarakat PPPMI Kelompok Keahlian Paleontologi dan Geologi Kuarter 2020.
Palinologi adalah ilmu yang mempelajari tentang polen (serbuk dari) dan spora, yang dalam bidang keilmuan geologi biasanya ditemukan sebagai fosil dalam batuan. Pengembangan ilmu ini tidak terbatas pada ilmu paleontologi mikro. Metode analisisnya dapat digunakan untuk meneliti serbuk sari dari tumbuh-tumbuhan modern.
Polen, karena berasal dari tumbuhan berbunga, sangat erat kaitannya dengan madu. Polen dapat terbawa oleh lebah saat mengumpulkan nektar bunga dan kemudian terakumulasi dalam madu. Analisis kandungan polen dalam madu ini selanjutnya dipelajari dalam ilmu melisopalinologi.
Informasi mengenai kandungan polen dalam madu inilah yang penting diketahui oleh para peternak lebah madu karena dapat memberikan gambaran sederhana terkait dengan keaslian madu serta jenis tumbuhan utama penghasil nektar, yang biasanya akan digunakan sebagai nama madu/branding, misalnya madu kopi, madu kaliandra, madu karet, dll.
Komposisi tumbuhan sumber nektar utama ini juga perlu diketahui oleh produsen madu agar konservasi tumbuh-tumbuhan ini dapat dilakukan di sekitar daerah peternakan. Dengan demikian, ekosistem lebah madu dapat dipertahankan dan produksi madu juga menjadi lebih stabil.
Dari jenis-jenis tumbuhan ini, nantinya juga dapat diketahui apakah madu yang diproduksi oleh lebah-lebah tersebut mengandung polen yang dapat memicu alergi. Informasi tersebut, selain dapat membantu konsumen merasa lebih aman dalam mengonsumsi madu tersebut, juga penting apabila madu-madu lokal ini nantinya akan diekspor ke luar negeri.
Kegiatan yang kami inisiasi ini melibatkan lima peternak lebah di daerah Bandung dan sekitarnya: Madu Maribaya Sari Alam Legend Bee, Madu THR Juanda, Syifa Madu, D-Bee’S Lestari Apiari, dan Bandar Madu syariah Pangalengan. Para peternak madu ini memproduksi madu dari hasil ternak lebah baik secara mandiri maupun mengambil langsung dari hutan di wilayah Bandung dan sekitarnya.
Lokasi peternakan lebah dan pengambilan madu berada pada daerah dengan kondisi topografi bergelombang, yaitu di daerah perbukitan dan pegunungan vulkanis, di daerah kawasan hutan lindung, dan areal penggunaan lahan lainnya, dengan ketinggian antara 1.300-2.100 mdpl dan tutupan material-material vulkanis hasil erupsi gunung api .
Dari kelima peternak lebah tersebut, diperoleh 18 sampel berupa madu botol, madu sarang, bee pollen, dan kotoran lebah yang didapatkan pepohonan di sekitar peternakan. Adapun koloni lebah yang umum diternakkan oleh para petani ini, yaitu Apis cerana, Apis mellifera, dan Trigona. Ada pula madu hutan yang didapatkan dari lebah madu liar yang tidak dapat dibudidayakan, yaitu madu dari koloni Apis dorsata atau tawon gung, yang di daerah Sunda disebut juga odeng.
.Sampel yang diperoleh kemudian dipreparasi dengan prosedur standar di Laboratorium Palinologi Program Studi Teknik Geologi, ITB, dan dianalisis menggunakan mikroskop untuk menentukan jenis tumbuhan dari polen-polen yang terkandung pada tiap-tiap sampel (Gambar 6). Analisis melisopalinologi dari sampel yang telah diuji menunjukkan adanya variasi komposisi tumbuhan dari tiap sampel walaupun beberapa sampel berasal dari peternakan serupa.
Beberapa vegetasi yang dijumpai dapat diidentifikasi hingga tingkat spesies, seperti: Mangifera indica (mangga), Citrus sinensis (jeruk manis), Asteraceae tubuliflorae (daisy, bunga matahari, dll.). Beberapa polen dapat diidentifikasi hingga tingkat genus, seperti Acacia (akasia), Calliandra (kaliandra), Saurauia (jelantang gajah), Casuarina (cemara), Persea (alpukat), dan Annona (sirsak, sirkaya) dan tingat famili, seperti Arecaceae (palem-paleman), Myrthaceae (jambu-jambuan), Onagraceae (prima rosa), Cerealia (tanaman penghasil biji-bijian yang dibudi daya), Amaranthaceae (bayam-bayaman), Fabaceae (polong-polongan), Oleaceae (melati-melatian), Malvaceae (kapas-kapasan), dan Pinaceae (pinus, tumbuhan yang berdaun jarum.
Hasil dari penelitian ini kemudian dirangkum dalam sebuah buku berjudul Aplikasi Melisopalinologi pada Madu Lokal Jawa Barat yang diterbitkan ITB Press. Buku ini kami serahkan kepada para peternak lebah berikut poster dan standing banner berisi detail hasil analisis dari madu-madu mereka. Itu dapat digunakan oleh peternak lebah sebagai branding dan tambahan informasi pada kemasan madu yang diproduksi, sekaligus sebagai media promosi, yang semuanya diharapkan dapat meningkatkan nilai jual dari produk-produk madu lokal tersebut.
Setelahnya, kami menggelar sosialisasi melalui webinar yang diselenggarakan oleh Program Studi Teknik Geologi, yaitu Geologi ITB Menyapa: Solidaritas untuk Negeri, pada 6 November 2021. Dalam forum tersebut, kami menerima respons positif baik dari para peternak lebah, alumni, maupun masrakat umum. Mereka tertarik dengan adanya aplikasi dari salah satu cabang ilmu geologi yang dapat diterapkan langsung untuk membantu masyarakat, serta ada juga yang berminat untuk ikut menganalisis madu hasil produksinya.
Kerja sama
Mulai 2021 pun, kami bekerja sama dengan tim P2Par ITB untuk meneliti madu yang diproduksi oleh Desa Wisata Tematik Mekarwangi, di Sindangkerta. Desa itu merupakan binaan tim P2Par ITB. Kegiatan tersebut berlanjut dengan datangnya tawaran kerja dari sebuah perusahaan pertambangan dan logam serta pemasaran produk madu dari Desa Mekarwangi melalui Koperasi Keluarga Pegawai (KKP) ITB.
Kegiatan ini pun rencananya akan kami teruskan lagi tahun ini dengan judul Melisopalinologi musiman bagi pengembangan madu lokal di Desa Wisata Mekar Wangi, Jawa Barat, yang bekerja sama dengan P2Par ITB dalam skema kegiatan pengabdian masyarakat dari Kelompok Keahlian Paleontologi dan Geologi Kuarter, Program Studi Teknik Geologi ITB yang didanai LPPM ITB.
Kendati saat ini fokus kegiatan masih di Desa Mekarwangi, kami menjajaki kemungkinan untuk merancang skema khusus yang dapat membantu para peternak lebah lain mendapatkan informasi terkait kandungan polen dalam madu mereka. Namun, sebelum rencana tersebut terwujud, para peternak lebah atau produsen madu dapat berdiskusi dengan kami melalui akun e-mail maria@itb.ac.id. Untuk itu, penting bagi mereka untuk mengetahui informasi perihal masa panen madu, jenis lebah yang memproduksi, dan proses apa saja yang sudah dilakukan sebelum madu bersangkutan dikemas. (Gas/M-2)