06 December 2021, 15:10 WIB

Jurnalisme, Senjata Terbaik Lawan Disinformasi dan Hoaks


Faustinus Nua |

JURNALISME adalah senjata terbaik melawan disinformasi. Cara ini mampu memastikan bahwa debat publik terhadap informasi didasarkan pada beragam fakta yang ada.

"Jurnalisme memiliki cara efektif dalam melawan disinformasi. Cara ini mampu memastikan bahwa debat publik terhadap informasi didasarkan pada beragam fakta yang ada. Debat publiknya komprehensif. Kadang-kadang kita ketika mencari informasi secara mandiri, barangkali kita terjebak dalam filter bubble," sebut akademisi dari Unpad, Pandan Yudhapramesti.

Ia mengatakan, diberikannya Nobel Perdamaian 2021 kepada dua jurnalis dunia, yaitu Maria Ressa dari Filipina dan Dmitri Muratov dari Rusia, sekaligus meneguhkan bahwa pers berperan penting dalam kehidupan.

"Ini momentum untuk menyadarkan kita semua tentang apa sebetulnya peran pers dalam kehidupan saat ini," ungkap Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi itu.

Menurutnya, kemajuan teknologi saat ini memudahkan setiap orang untuk mendapatkan banyak informasi, bertukar informasi, hingga membagikan informasi. Namun, kontrol sosial terhadap kebenaran suatu informasi seringkali terlupakan. Kondisi ini menyebabkan disinformasi di masyarakat marak terjadi.

Meski berperan penting dalam menyaring informasi, dosen program studi jurnalistik itu mengingatkan, pers secara global masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan tekanan.

Berbagai tekanan terhadap jurnalis Indonesia meliputi intimidasi, kekerasan fisik, pelarangan liputan, perusakan hingga perampasan alat atau data hasil liputan, ancaman atau teror, hingga ancaman melalui saluran digital (serangan siber dan praktik doxing).

Pandan mengutip data Aliansi Jurnalis Independen (AJI) yang telah melakukan pendataan komprehensif terhadap kekerasan jurnalis di Indonesia. "Sejak 2006, tercatat ada 890 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia yang diungkap AJI," sebutnya.

Selain tekanan, jurnalisme Indonesia juga menghadapi tantangan kualitas. Jumlah media massa di Indonesia tumbuh subur mencapai 47 ribu. Dari jumlah tersebut, banyak media yang tidak memenuhi syarat sebagai pers.

"Sangat memprihatinkan bahwa wartawannya tidak semua memiliki kompetensi. Ada yang tidak memiliki pengetahuan jurnalistik ada pula yang tidak dibekali pelatihan bahkan sekolah jurnalistik," tutupnya.(H-2)

BERITA TERKAIT