KEMENTERIAN Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) merasa yakin Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) Atap akan mampu mengalahkan Pembangkit Listrik Tenaga Uap atau PLTU seiring perkembangan teknologi baterai di 2028. Ini berdasarkan hasil riset yang diketahui Direktur Jenderal Ketenagalistrikan Rida Mulyana.
"Yakin betul saya. Makanya, riset itu perlu dan ini dijadikan investasi masa depan, bukan cost saat ini," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/9).
Rida juga optimistis tarif PLTS Atap ke depannya mampu bersaing dengan sumber energi lainnya. Apalagi tren teknologi EBT yang makin ke sini dianggap lebih efisien dan masif sehingga bisa semakin murah.
Baca juga: Masuk Pancaroba, BMKG: Indonesia, Awas Cuaca Ekstrem
Pengembangan teknologi Solar Photovoltaic pun dikatakan harus diimbangi dengan teknologi baterai.
"Ini untuk menyimpan storage system, termasuk pendalaman hidrogen terkait carrier energy," tambah Rida.
Selain persoalan tarif PLTS Atap, Pemerintah juga mengatur kembali regulasi mengenai PLTS Atap yaitu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 49 Tahun 2018 tentang Penggunaan Sistem Pembangkit Listrik Tenaga Surya Atap Oleh Konsumen PT PLN.
"Semangat regulasi PLTS Atap adalah penghematan sekaligus menggalakkan penggunaan EBT," kata Rida.
Secara umum, dia menjelaskan pemerintah dalam menyediakan akses energi ketenagalistrikan di Indonesia, memiliki lima poin utama, yaitu kecukupan (implementasi perencanaan kebutuhan listrik nasional), keandalan (pemanfaatan teknologi pada pembangkit untuk efisiensi).
Berikutnya, keberlanjutan (penggunaan EBT/pemasangan PLTS pada pembangkit listrik), keterjangkauan (mengupayakan harga listrik yang kompetitif sehingga tarif masyarakat terjangkau) dan keadilan (pemerataan akses listrik melalui peningkatan rasio elektrifikasi).
"Prinsip ini jadi prinsip kerja sehari-hari kami di Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan untuk menjamin lima hal ini terpenuhi," pungkasnya. (OL-1)