HARI Palang Merah Sedunia diperingati hari ini, 8 Mei 2021, sebagai apresiasi atas kontribusi Komite Internasional Palang Merah (ICRC) dalam membantu seluruh orang di dunia ini tanpa mengenal suku, ras, agama, maupun strata sosial.
Penetapan tanggalnya diambil dari tanggal lahir Henry Dunant, penerima pertama hadiah Nobel Perdamaian pada 8 Mei 1828. Dunant merupakan pendiri Komite Internasional Palang Merah (ICRC), lembaga pendiri Gerakan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah Internasional. Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies /IFRC) sendiri didirikan pada 1919 di Paris setelah Perang Dunia I.
Di Indonesia, Palang Merah Indonesia (PMI) juga senantiasa memegang teguh prinsip dasar tersebut. Organisasi yang bergerak di bidang sosial kemanusiaan ini di Indonesia.
Palang Merah di Indonesia awalnya didirikan pemerintah kolonial Belanda dengan nama Het Nederland-Indiche Rode Kruis (NIRK), lalu berganti nama menjadi Nederlands Rode Kruiz Afdelinbg Indie (NERKAI) pada 21 Oktober 1873 silam.
Pada 1932 dr RCL Senduk dan Bahder Djohan ingin mendirikan Palang Merah Indonesia, tapi proposal yang diberikan saat kongres NERKAI ditolak. Penolakan kembali terjadi saat penjajahan jepang.
"Setelah Indonesia merdeka, Presiden Soekarno meminta Menteri Kesehatan dr Buntaran Martoatmodjo untuk mendirikan Badan Palang Merah Nasional sebagai bukti fakta keberadaan negara ini di mata internasional, setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945," demikian dilansir dari laman resmi PMI.
Panitia Lima dibentuk untuk pendirian Palang Merah di Indonesia pada 5 September 1945, meliputi dr R Mochtar, dr Bahder Johan, dr Joehana, Dr Marjuki dan dr Sitanala. Akhirnya Palang Merah Indonesia memiliki pengurus besar pada 17 September 1945, dengan ketuanya Mohammad Hatta, wakil presiden pertama dan juga sang proklamator kemerdekaan Republik Indonesia.
Karena di dalam satu negara hanya ada satu perhimpunan nasional, maka pemerintah Belanda membubarkan NERKAI dan menyerahkan asetnya kepada PMI. Pihak NERKAI diwakili dr B Van Trich sedangkan dari PMI diwakili dr Bahder Djohan. Peristiwa itu terjadi pada 16 Januari 1950.
Selama kurun waktu 1950-1963, PMI terus melakukan pemberian bantuan hingga akhirnya Pemerintah Republik Indonesia Serikat mengeluarkan Keppres No 25 tanggal 16 Januari 1950 dan dikuatkan dengan Keppres No 246 tanggal 29 November 1963. Pemerintah Indonesia mengakui keberadaan PMI, delapan belas tahun setelah Indonesia Merdeka.
Adapun tugas utama PMI berdasarkan Keppres RIS No 25 Tahun 1950 dan Keppres RI No. 246 Tahun 1963 adalah untuk memberikan bantuan pertama pada korban bencana alam dan korban perang sesuai dengan isi Konvensi Jenewa 1949.
Secara Internasional, keberadaan PMI diakui oleh Komite Palang Merah Internasional (ICRC) pada 15 Juni 1950. Setelah itu, PMI diterima menjadi anggota Perhimpunan Nasional ke-68 oleh Liga Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (Liga) yang sekarang disebut Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) pada Oktober 1950.
Puluhan tahun kemudian, PMI berkembang menjadi organisasi kemanusiaan yang berstatus badan hukum, diundangkan dengan Undang-Undang nomor 1 tahun 2018 tentang Kepalangmerahan guna menjalankan kegiatan Kepalangmerahan sesuai dengan Konvensi Jenewa Tahun 1949, dengan tujuan untuk mencegah dan meringankan penderitaan dan melindungi korban tawanan perang dan bencana, tanpa membedakan agama, bangsa, suku bangsa, warna kulit, jenis kelamin, golongan, dan pandangan politik.
Dikutip dari laman resmi PMI, data per Februari 2019 menunjukkan PMI sudah ada di 33 Provinsi, 474 Kabupaten/Kota dan 3.406 Kecamatan serta memiliki hampir 1,5 juta sukarelawan. Saat ini kepemimpinan PMI dipegang oleh Jusuf Kalla, yang juga mantan wakil presiden. (H-2)