22 February 2021, 11:20 WIB

Pakar ITS: Bangun Pos Pemantau Paus di Pantai


Citra Larasati |

Sebanyak 52 ekor ikan paus yang terdampar di pantai Modung, Kabupaten Bangkalan, Madura pekan lalu masih mengundang sejumlah pertanyaan.  Paus yang terdampar tersebut diperkirakan berasal dari perairan Australia dan melewati perairan Indonesia.
 
Kepala Departemen Biologi, Fakultas Sains dan Analitika Data, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Dr. Dewi Hidayati S.Si, M,Si, memberikan beberapa tanggapan dan jawaban berdasarkan referensi ilmiah terhadap faktor yang mempengaruhi fenomena tersebut. 

Berdasarkan beberapa jurnal dan laporan media massa, pakar Biologi kelautan ini mengungkapkan, dalam periode tertentu ikan paus akan melakukan migrasi yang dilakukan secara berkelompok.

Baca juga: BMKG Prakirakan 5 Provinsi Siaga Banjir pada 22-23 Februari
 
Umumnya, paus yang bermigrasi melalui perairan Indonesia adalah jenis paus pilot atau short-finned pilot whale.  Sedikitnya ada 52 ekor paus yang terdampar tersebut diperkirakan berasal dari perairan Australia dan akan melewati perairan Indonesia.

Dalam sebuah jurnal dari journals.org tentang aktivitas migrasi paus mengungkapkan, bahwa migrasi akan mencapai puncaknya pada bulan Februari dan Mei 2021. “Pada penelitian tersebut dan juga beberapa laporan lain menyebutkan, bahwa paus umumnya akan melewati jalur yang sama untuk bermigrasi,” ujarnya.
 
Berbicara tentang kemampuan paus yang bisa mengingat jalur yang dilalui setiap tahunnya, hal ini bisa dilakukan berkat adanya biomagnitit. Dewi menjelaskan, yang dimaksud biomagnitit  adalah zat yang berada pada retina cetacea yang mempunyai fungsi sebagai indra magnetis yang membantu mereka mengetahui ke arah mana bergerak.
 
“Hal ini membuat paus peka terhadap perubahan medan magnet bumi,” ujarnya.
 
Dalam sebuah referensi artikel ilmiah berjudul In depth Whale Navigation: Navigating the Long Way Home karya Robin Marks dikatakan bahwa paus yang mengikuti ‘jalur’ magnet ini kemungkinan besar akan terdampar di daerah yang jalurnya berbelok. “Kemungkinan termasuk di beberapa perairan pantai Pulau Madura dan kawasan Selat Madura,” jelasnya.

Baca juga: Survei: 41% Masyarakat Masih Kurang dan Tidak Bersedia Divaksin
 
Ia memprediksi, jika perubahan yang terjadi pada navigasi paus bisa dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, mulai dari cuaca yang ekstrem, gelombang sinar matahari, perubahan garis pantai, paus sakit, dan bisa juga adanya aktivitas kilang minyak yang berada di sekitar perairan. “Karena ada juga referensi yang mengatakan bahwa rig (bangunan lepas pantai) dijadikan patokan magnetik bagi paus,” imbuhnya.
 
Salah satu dosen yang merupakan anggota Laboratorium Zoologi dan Rekayasa Hewan Biologi ITS ini menyimpulkan, sebenarnya banyak teori terkait anomali ini, karena banyak kasus yang terjadi namun penyebabnya belum diketahui secara pasti. Ia mengamati bahwa pada saat ini masyarakat dengan kearifan lokalnya telah melakukan beberapa upaya penyelamatan.
 
Diharapkan ke depannya, masyarakat lokal bersama institusi terkait dapat membuat protokol langkah mitigasi dalam menangani kasus paus yang terdampar. Pasalnya, hal serupa ini tidak hanya sekali terjadi di Indonesia.
 
Dengan respons yang tanggap dari masyarakat diharapkan bisa membantu paus untuk kembali melakukan perjalanan migrasinya. “Besarnya tubuh paus lah yang menyebabkan ia tak dapat bermanuver kembali ke laut, sehingga dibutuhkan bantuan langsung dari manusia,” tuturnya.
 
Dewi menganjurkan langkah-langkah yang dapat dilakukan masyarakat saat ini untuk mengatasi masalah paus terdampar di pantai adalah, memprediksi kapan dan di mana peristiwa paus biasanya terdampar. 

“Bisa digalakkan untuk membangun pos paus di sekitar pantai, pos ini berfungsi sebagai pemantau kondisi pantai, juga bisa sebagai media edukasi paus,” jelasnya. (H-3)

BERITA TERKAIT